REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi VIII DPR RI mendesak agar pemrintah dalam hal ini kementerian dalam negeri dan kementerian agama untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sosial masyarakat di Manokwari. Ketua komisi VIII Saleh Partaonan Daulay mengatakan langkah tersebut dinilai penting mengingat kasus seperti ini semakin marak. Terutama setelah terjadinya konflik sosial di Tolikara dan Aceh Singkil.
"Oleh karena itu persoalan seperti ini tidak bisa dianggap remeh oleh pemerintah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," ujar Saleh kepada Republika, Kamis (4/11).
Ia menjelaskan, kepala daerah tidak memiliki kewenangan untuk melarang sekelompok masyarakat mendirikan rumah ibadah (baca juga: Sikap Pemda Merespon Penolakan Masjid Manokwari Disesalkan), selama pendiriannya didasari pada peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk itu mendagri semestisnya segera meminta klarifikasi kepada bupati Manokwari tekait dikeluarkan surat pelarangan tersebut. Jika ditemukan adanya kesalahan administratif maka mendagri harus mengambil tindakan yang diperlukan termasuk mencabut larangan itu.
Selain itu, menteri agama juga harus meminta penjelasan dari kantor wilayah kemenag di manokwari (baca juga: pelarangan masjid di manokwari, menag: tingkatkan komunikasi). Termasuk mengundang tokoh lintas agama di daerah tersebut yang tergabung dalam forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan demikian menteri agama bisa memperoleh informasi yang benar terkait dengan beredarnya surat larangan tersebut. Sehingga kemenag bisa memberikan rekomendasi dan pendapat kepada presiden untuk mengatasi perosoalan tersebut.