REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG -- Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) hendaknya tidak digunakan untuk kepentingan berpolitik semua pihak, kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Kalau SE itu keluar ya jangan digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan dan menekan orang lain karena ada sejumlah pasal yang mampu memidanakan pengguna media sosial ini agar pelajaran etika komunikasi bisa selalu dijunjung tinggi," katanya di sela kunjungan kerja ke Kabupaten Rembang, Kamis (5/11).
Ganjar mengaku tidak sepenuhnya mendukung SE Kapolri tentang Ujaran Kebencian yang mulai diterapkan karena menurutnya pasal pidana tentang pencemaran nama baik sudah mewakili pasal yang ada dalam surat edaran tersebut.
"Sebenarnya tidak perlu dibuat peraturan itu, tapi seandainya orang yang bikin orang lain menjadi tercemar nama baiknya dan menjadi delik aduan maka ditindak saja," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Kendati demikian, Ganjar juga meminta agar penerapan SE Kapolri tentang Ujaran Kebencian itu jangan sampai menghilangkan kebebasan orang untuk bicara atau menyampaikan pendapatnya tapi menjadi kaidah etika komunikasi yang harus menjadi prinsip bagi setiap orang, khususnya saat menjalin komunikasi di berbagai media sosial.
"Yang mau bicara 'ngawur' tolong hentikan sekarang, mari kita santun di media sosial dan bertanggung jawab, kritik sekeras apapun silakan, tapi jangan memaki, serta jangan tanpa dasar," katanya.
Ganjar yang juga aktif di berbagai media sosial itu, mengungkapkan sering mendapat kritik keras dari sejumlah orang. "Banyak orang pakai akun anonim yang 'hate speech' ke saya, tapi saya 'cuekin' karena itu cara saya agar saya tidak menaruh rasa marah dan dendam, masak tidak bicara baik-baik," ujarnya.