REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkara dualisme kepengurusan Partai Golkar berbuntut perpecahan baru. Dua kubu yang awalnya saling berselisih, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, kini memunculkan kelompok baru.
Wakil Ketua Umum Golkar hasil munas Ancol yang juga kubu Agung Laksono, Yorrys Raweyai mengaku sudah tidak sejalan lagi dengan sang ketua umum. Bahkan saat ditemui di komplek parlemen Senayan, Yorrys mengaku sudah bukan kubu Agung Laksono. Tapi juga bukan kubu Aburizal Bakrie.
Menurut Yorrys, posisi yang diambilnya sejak awal adalah tim penyelamat partai. Dia mengatakan mulai tidak sependapat dengan Agung Laksono pascapenetapan calon kepala daerah oleh KPU 9 Agustus lalu.
"Saya mulai tidak sependapat dengan Agung mulai 9 Agustus, pasca penetapan KPU. Di situ saya ambil garis, saya stop," kata dia di kompleks parlemen Senayan, Kamis (5/11).
Menurutnya, dulu kubu Agung berusaha untuk tidak mengakui Aburizal karena manajemen yang dibuat untuk partai Golkar. Kubu Agung disatukan karena punya idealisme sama. Namun, hal itu diulangi oleh Agung dengan kelompoknya.
Yorrys menegaskan seharusnya Agung sudah tidak perlu melakukan kesalahan yang sama. Ia bahkan menyatakan proses politik harusnya dikedepankan dalam penyelesaian Golkar.
Namun, jika Agung Laksono ingin mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA), itu hak hukum dari Ketua Umum hasil munas Ancol tersebut.
Yorrys hanya mengingatkan, apakah dengan mengajukan PK dapat menyelesaikan masalah Golkar. Menurutnya, masalah Golkar saat adalah masalah politik, jadi tidak akan selesai dengan mengajukan PK.
"Sekarang ini proses politik yang perlu kita persiapkan," ucapnya.
Yorrys menilai Golkar harus belajar dari sejarah untuk menyelesaikan masalah internal. Jangan sampai tragedi politik yang sudah dialami oleh PDI dan PKB terulang di Golkar. Ia juga enggan berbicara soal munas luar biasa. Menurutnya, sebagai parpol, Golkar harus melaksanakan sesuai konstitusi partai.