REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri, Jenderal Pol Badrodin Haiti, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang penanganan ujaran kebencian (hate speech). Namun, Kapolri harus bisa memberikan penegasan atas kemungkinan adanya penyalahgunaan SE tersebut untuk motif-motif lain, seperti motif politik.
Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan, Muradi, mengungkapkan, SE tersebut dapat saja dimanfaatkan oleh oknum polisi maupun elit politik untuk kepentingan yang sempit. ''Dalam hal ini, polisi untuk bisa memastikan agar SE itu tetap berada dalam semangat menjaga kebhinekaan dan toleransi khas Indonesia,'' ujar Muradi dalam pesan singkat yang diterima Republika, Kamis (5/10).
Dalam hal ini, Kapolri diminta melakukan tindakan tegas terhadap anggotanya yang kedapatan menyalahgunakan SE ini. Sebelumnya, Kapolri sempat mengeluarkan SE terkait banyaknya praktek-praktek ujaran kebencian yang beredar di dunia maya.
SE ini diharapkan menjadi pedoman bagi penyidik kepolisian untuk menangani berbagai ujaran yang bersifat hasutan, kebencian, SARA, fitnah, dan provokasi, terutama yang ada di dunia maya dan media sosial.
Muradi pun menilai, secara legal, permasalahan tersebut sudah diatur dalam KUHP. Namun, memang pada praktiknya pada anggota kepolisian masih membutuhkan panduan praktis agar dapat memproses setiap kasus yang berkaitan dengan ujaran kebencian itu.
''Sehingga, anggota kepolisian atas nama negara bisa lebih sigap dalam memproses setiap bentuk yang menebarkan kebencian atas nama SARA,'' tuturnya.
Tidak hanya itu, SE Kapolri ini bisa menjadi salah satu bentuk implementasi dan penjelasan lebih lanjut mengenai ujaran kebencian yang sudah ada di KUHP. SE Kapolri ini pun dianggap sebagai upaya negara untuk bisa hadir dalam menjaga warganya dari akibat ujaran yang menebarkan kebencian.
''SE Kapolri tersebut adalah bagaimana negara hadir dan mampu menjaga warganya dari ancaman dan ekses atas sejumlah praktik dari ujaran kebencian tersebut,'' tuturnya.