REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) memberikan catatan atas penolakan pembangunan masjid di kompleks Anday, Manokwari Selatan. Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin, menilai sengketa masjid di Manokwari dibutuhkan introspeksi diri dari semua pihak, termasuk umat Islam.
"Umat Islam juga perlu introspeksi dalam hal ketertiban pembangunan masjid. Karena informasi yang kami dapat ada ketimpangan jumlah riil umat Islam dengan besarnya bangunan masjid," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (6/11). (Baca: Pelarangan Pendirian Masjid di Manokwari, Ini Respon MUI)
Tanpa bermaksud untuk menyalahkan, Machasin berharap, umat Islam di Manokwari harus lebih bisa bersikap bijak, terutama memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Bila lingkungan sekitar berbeda agama, tentu harus lebih sensitif membangun tempat ibadah.
Hal yang sama ia harapkan kepada umat agama lain, di suatu lingkungan yang dominan umat Islam. "Jadi semua pihak perlu Tepo Seliro, menghargai perasaan orang lain," terangnya. Ia meminta sekelompok orang jangan hanya melihat hak semata, tapi juga perlu memperhatikan perasaan masyarakat sekitar.
Terkait bangunan masjid, pihaknya menerima laporan memang bangunan masjid tidak sebanding dengan jumlah penduduk Muslim di sekitar. Bangunan masjid berukuran 40x50 meter, padahal jumlah penduduk di sana masih sangat timpang. Baru 200 meter jarak jumlah penduduk terdekat.
Selain itu, masjid tersebut juga belum mendapatkan izin resmi dari Pemerintah Kabupaten Manokwari. Izin baru di dapat dari pimpinan suku dan beberapa pendeta setempat. "Karena itu, kita perlu introspeksi juga kalau memang dirasa perlu ada yang kurang tepat, harus dibicarakan," ujarnya.
Termasuk, peran umat Islam untuk terus mengajak berdialog dengan umat lain dalam Forum Keyakinan Umat Beragama (FKUB) agar konflik bisa diredam di masyarakat. Sebelumnya, muncul tuntutan penghentian pembangunan masjid dari beberapa jemaat dari berbagai denominasi Gereja Kristen Injili di Manokwari, Papua Barat.