REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian dianggap sebagai upaya untuk memberikan pedoman dan koridor bagi anggota kepolisian dalam menangani praktek ujaran kebencian.
Penanganan ini diharapkan bisa menekan adanya potensi pelanggaran hukum dan konflik sosial yang lebih luas akibat dari ujaran kebencian itu. Menurut Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho. semangat yang dibawa Kapolri melalui surat edaran itu sudah cukup bagus. Terutama yang terkait dengan penindakan terhadap diskriminasi berdasarkan agama dan ras.
Kendati begitu, Hibnu menyesalkan, SE tersebut tidak terlalu spesifik, terlebih dalam menjelaskan soal pencemaran nama baik.Pasalnya, pencemaran nama baik masih mengundang kontroversi lantaran kerap menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.
"Kalau kaitannya dengan SARA atau mencegah potensi kejahatan atas dasar SARA, maka banyak pihak yang mendukung. Tapi soal pencemaran nama baik, itu yang masih menjadi pasal karet. Saya rasa mesti ada penekanan di situ. Jadi kurang spesifik,'' kata Hibnu ketika dihubungi Republika, Jumat (6/11).
Lebih lanjut, Hibnu mengungkapkan, sebenarnya SE Kapolri justru diperlukan untuk kasus-kasus tertentu, yang masih menimbulkan multi tafsir. Selain itu patut dihindari adanya upaya kriminalisasi terhadap orang-orang tertentu, seperti dalam kasus-kasus terorisme yang terkait penyebaran ujaran kebencian.
''Justru substansinya adalah kalau memang itu diperlukan, SE itu hanya terhadap kasus-kasus tertentu. Agar masyarakat tidak khawatir. Misalnya pasal karet dan kriminalisasi kepada orang yang sebenarnya tidak melakukan kejahatan,'' tutur Hibnu.