Jumat 06 Nov 2015 20:09 WIB

Adab Ketika Hujan Tiba, Apa Saja?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
hujan
Foto: ap
hujan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Turunnya hujan beriringan dengan turunnya barokah dari Allah SWT. Dalam Alquran disebutkan, "Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya)." (QS Qaaf [50]: 9). Rasulullah SAW dan para sahabatnya selalu menyambut hujan dengan sukacita. Ketika hujan turun juga menjadi salah satu momen dikabulkannya doa. (HR Hakim).

Itulah alasannya, umat Islam dilarang mencela hujan. Orang yang mencela hujan sama artinya mencela pencipta hujan, yaitu Allah SWT. Pengasuh Yayasan Dinamika Ummat Ustaz Dr H Hasan Basri Tanjung MA memesankan untuk bersabar ketika hujan.

"Hujan adalah karunia untuk seluruh makhluk yang ada di bumi. Karunia dari hujan itu sangat mahal. Mungkin kita tidak menyukainya, tapi ada orang lain atau makhluk lain yang menanti-nantikannya," pesan mubaligh asal Sumatra Utara ini. Berikut petikan wawancara selengkapnya dengan wartawan Republika, Hannan Putra.

Hujan bukan peristiwa biasa dalam Islam, apa keistimewaannya?

Hujan itu karunia Allah SWT. Dalam Alquran, benar-benar ditegaskan bahwa Allah SWT yang menurunkan hujan. Firman Allah SWT, "Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan." (QS al-An'aam [6]: 99). Artinya, hujan adalah salah satu tanda kekuasaan dan kemahaesaan Allah SWT.

Di ayat lain, Allah SWT juga menanyakan, siapa yang bisa menurunkan hujan? Firman-Nya, "Wahai manusia apa pendapat kalian tentang air yang kalian minum? Apakah kalian yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Sekiranya Kami jadikan air hujan terasa asin lagi pahit, adakah kalian mampu mengubahnya menjadi air tawar? Mengapa kalian tidak mau mensyukuri nikmat Allah?" (QS al-Waqi'ah [56]: 68-70).

Ayat ini lebih tegas menyatakan bahwa kuasa menurunkan hujan hanya milik Allah SWT. Hanya Allah SWT yang sanggup membuat dan menurunkan hujan karena hal ini di luar kuasa dan kesanggupan manusia. Jadi, esensi hujan sendiri adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada manusia. Manusia diminta bersyukur atas karunia yang diberikan itu.

Ketika hujan turun, makanya kita tidak boleh mengeluh seakan membawa mudharat kepada kita. Hujan adalah karunia untuk seluruh makhluk yang ada di bumi. Karunia dari hujan itu sangat mahal. Mungkin kita tidak menyukainya, tapi ada orang lain atau makhluk lain yang menanti-nantikannya.

Jarang turunnya hujan sebagai tanda bergeraknya dosa?

Hujan diciptakan Allah SWT untuk memelihara kestabilan bumi yang kita tempati ini. Dengan hujan, lahan pertanian-perkebunan bisa subur dan tanaman bisa hidup. Dari buahnya, manusia dan hewan bisa makan. Firman Allah SWT, "Dialah Tuhan yang menurunkan hujan dari langit bagi kalian. Di antara air hujan itu ada yang menjadi minuman, ada yang menumbuhkan pepohonan, dan ada pula yang menumbuhkan rerumputan yang menjadi makanan bagi ternak kalian." (QS an-Nahl [16]: 10).

Kalau ekosistem ini dirusak manusia, akibatnya juga kembali kepada manusia. Alam yang dirusak, hujan tidak turun. Akibatnya, lahan kekeringan. Manusia juga yang repot akibat ulahnya sendiri. Firman Allah SWT, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS ar-Rum [30]: 41).

Ada daerah yang punya curah hujan tinggi. Ada pula daerah yang diciptakan Allah yang jarang diturunkan hujan. Seperti di Timur Tengah yang jarang hujan. Tapi, selama mereka memelihara alam dengan baik, insya Allah mereka tak akan kekurangan air.

Di daerah tropis seperti Indonesia, Allah berikan curah hujan tinggi. Namun, jika kita merusak alam, di daerah yang curah hujan tinggi ini sekalipun kita akan kesulitan air. Jadi, itu semua kembali kepada manusianya untuk memelihara alam. Sunatullah itu jangan kita lawan. Itu semua ada hikmahnya.

Apa hikmah disyariatkan shalat Istisqa?

Ini mengisyaratkan bahwa yang bisa menurunkan hujan hanya Allah SWT. Apa pun teknologi yang dibuat manusia sampai sekarang ini, tidak ada yang bisa menurunkan hujan secara baik. Kalaupun ada hujan buatan, tapi itu hanya sebatas ikhtiar yang belum terjamin keberhasilannya.

Seperti orang yang ingin membuat hujan di Sumatera, berapa ton garam yang dihambur-hamburkan untuk memancing hujan. Tetapi jika Allah SWT tidak menurunkannya, ya tidak turun juga. Berapa dana yang dikeluarkan untuk memancing hujan dan itu gagal. Hanya menyisakan biaya sangat mahal dengan hasil nol.

Jadi, hikmah shalat Istisqa yang paling mendasar adalah menunjukkan kepada Allah SWT memang manusia tak ada daya membuat hujan. Setinggi apa pun pencapaian teknologi yang dilakukan manusia dan metode apa pun untuk membuat hujan, semuanya tak akan wujud tanpa izin Allah.

Mengapa ketika hujan disebut Nabi sebagai waktu mustajab untuk berdoa?

Memang ada hadis yang menyebutkan demikian. Hadis Nabi SAW, "Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan." (HR Hakim). Dalam Shahih al-Jami Al-Shaghir juga disebutkan bahwa ada dua kondisi yang tidak akan ditolak siapa yang berdoa. Ketika azan dan di bawah guyuran hujan.

Alasannya, menurut Imam al-Munawi, karena waktu itu turunnya rahmat Allah SWT. Sama halnya dengan manusia, ketika hatinya sedang diliputi rahmat dan kasih sayang, apa pun yang diminta orang kepadanya pasti lapang baginya untuk mengabulkan. Ini juga sunahnya ketika hujan kita membaca doa, "Allahumma shoyyiban naafi'an" (Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat).

Semakin lebat hujan tersebut, apalagi disertai petir dan angin kencang, maka semakin mustajab doa yang dibacakan ketika itu. Apa alasannya? Yang saya pahami, ketika hujan lebat tersebut manusia dalam posisi tak berdaya. Apalagi, hujan lebat yang diiringi angin kencang dan petir. Pasti orang yang mengalaminya takut dan pasrah kepada Allah SWT.

Orang yang dalam ketakutan dan kepasrahan, maka tingkat ketergantungannya kepada Tuhan sangat tinggi. Maka saat itulah momentum berdoa paling tepat. Di saat ketergantungan kita kepada Allah sangat tinggi, pengharapan akan doa yang kita panjatkan sangat besar, maka saat itulah Allah memandang orang yang berdoa dengan kasih sayang.

Apa saja adab ketika hujan?

Pertama kali, karena hujan adalah rahmat, tentu saja kita bersyukur. Kemudian, jangan kita dianjurkan untuk berdoa. Terutama, doa ketika hujan turun, "Allahumma shoyyiban naafi'an". Kita mohonkan agar hujan tersebut menjadi barokah bagi penduduk bumi. Jangan sampai hujan menimbulkan bencana, seperti banjir, longsor, dan sebagainya.

Rasulullah SAW dan para sabahatnya sangat senang ketika turun hujan. Turunnya hujan berarti turunnya barokah dari Allah SWT. Terkadang, Nabi menyukai bagian tubuhnya dibasahi hujan. "Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya)." (QS Qaaf [50]: 9).

Volume hujan yang diturunkan ke bumi ini dalam kapasitas yang sanggup di tampung bumi. Kadarnya sudah diatur Allah SWT. Lalu, mengapa dia melimpah sampai menimbulkan banjir? Karena kita yang sudah merusak ekosistem dari bumi ini. Akibatnya, hujan sedikit tidak tertampung atau terserap oleh bumi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement