REPUBLIKA.CO.ID, SIANGPURA -- Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Taiwan Ma Ying Jeou, Sabtu (7/11), berjabat tangan dan tersenyum lebar saat membuka sebuah pertemuan bersejarah dan yang pertama kali sejak kedua belah pihak terpisah sebagai dampak dari perang sipil pada 1949.
"Tidak ada kekuatan yang dapat memisahkan kita," kata Xi kepada Ma mengawali pertemuan mereka selama satu jam di Singapura. "Kami satu keluarga."
Ma menanggapi ucapan Xi bahwa dengan mengatakan kedua belah pihak harus saling menghormati setelah dalam beberapa dekade saling bermusuhan dan bersaing, secara terbuka mereka menyatakan tekad "menjaga perdamaian di Selat Taiwan" yang memisahkan mereka.
"Meskipun ini pertemuan pertama, kami merasa seperti bertemu kawan lama. Di belakang kita ada sejarah ketegangan selama 60 tahun. Sekarang di depan mata kita ada buah konsiliasi, bukan konfrontasi," kata Ma.
Pertemuan sepasang karib tersebut dibuka dengan jabat tangan yang lama, berseri-seri, dan melambai kepada kerumunan awak media.
Tidak ada kesepakatan atau pernyataan bersama yang biasanya diharapkan dalam pertemuan kedua belah pihak yang masih menolak untuk mengakui legitimasi masing-masing dan pertemuan penting tersebut tetap harus diperhatikan.
Namun pertemuan tersebut dapat membalikkan sejarah: pada masa lalu tahun 1945 ketika pemimpin revolusi Mao Zedong bertemu Presiden Nasionalis Cina Chiang Kai-shek gagal melakukan upaya rekonsiliasi.
Kemudian pengambilalihan paksa Komunis terhadap pasukan Chiang dan sekitar dua juta pengikut Chiang melarikan diri ke Taiwan, pulau kecil yang kemudian menjadi provinsi.