REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengidentifikasi batas umur mengurangi ketersediaan tenaga kerja yang dapat direkrut perusahaan tekstil.
Kepala BKPM Franky Sibarani, menjelaskan dengan batasan umur tenaga kerja yang dipatok 18 tahun, maka ada celah antara usia lulusan SMA/SMK dengan batasan usia minimal tenaga kerja.
"Jadi mereka menyampaikan bahwa berdasarkan upaya mereka merekrut lulusan SMA dan SMK, ternyata banyak ditemukan lulusan SMA dan SMK yang belum berumur 18 tahun. Kemudian peraturan tersebut juga tidak ada klausul untuk mereka yang telah menikah, jadi mereka yang berumur dibawah 18 tahun dan telah menikah juga akan kesulitan mencari kerja," katanya dalam keterangan tertulis, Ahad (8/11).
Franky mengatakan masalah tersebut diidentifikasi saat mengunjungi dua investor tekstil di Jawa Tengah, Jumat (6/11). Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu (5/11), jumlah penduduk di usia 16-18 tahun yang masih sekolah mencapai 70,31 persen, sedangkan yang tidak sekolah lagi 28,93 persen dan belum sekolah 0,77 persen. Jumlah penduduk yang masih sekolah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973, disebutkan bahwa usia minimum yang diperbolehkan untuk bekerja adalah 18 tahun. "Memang dalam konvensi tersebut, di Pasal 3 butir ketiga disebutkan bahwa ada perusahaan dapat mengurus pengecualian untuk mereka yang berumur diatas 16 tahun untuk dapat bekerja selama memenuhi persyaratan tersebut. Namun ini tetap dinilai belum memberikan cukup keleluasaan bagi perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja di bawah 18 tahun," jelasnya.
Dalam konvesi ILO tersebut, disebutkan undang-undang atau peraturan nasional atau penguasa yang berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, dapat memperbolehkan orang muda berusia 16 tahun ke atas bekerja.
Namun dengan syarat bahwa kesehatan, keselamatan, dan moral mereka dilindungi sepenuhnya dan mereka telah dapat pendidikan atau pelatihan kejuruan khusus mengenai cabang kegiatan yang bersangkutan.
"Hal ini yang nantinya akan coba kami mediasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini merupakan komitmen kami untuk mendorong investasi sektor padat karya," ujarnya.
Berdasarkan data realisasi investasi Januari-September 2015, investasi padat karya di Indonesia mencapai Rp 41,5 triliun. Dari investasi tersebut, subsektor industri makanan dan minuman mencapai 1.514 proyek senilai Rp32,6 triliun, industri tekstil dan produk tekstil mencapai 523 proyek senilai Rp5,8 triliun, industri kulit dan alas kaki mencapai 164 proyek dengan nilai Rp1,6 triliun dan industri kayu dan furniture mencapai 115 proyek dengan nilai Rp 1,4 triliun.
Khusus realisasi investasi industri tekstil dan produk tekstil naik 25 persen dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 177 proyek dengan nilai Rp 4,65 triliun. Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil masih didominasi oleh industri pakaian jadi dengan jumlah 203 proyek dan nilai investasi Rp 1,33 triliun diikuti oleh industri tekstil lainnya sebanyak 42 proyek dengan nilai Rp 224 miliar, dan industri penyelesaian akhir tekstil sebanyak 41 proyek dengan nilai Rp 155,8 miliar.