REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Memasuki musim penghujan, Pemkab Purwakarta, Jawa Barat mulai menginventarisasi desa yang rawan bencana alam. Dari 192 desa dan kelurahan, ada 18 desa yang masuk dalam zona merah. Masyarakat di desa itu harus waspada karena gerakan tanah di sekitar mereka sangat tinggi.
Kasi Geologi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Purwakarta, Yudi Irawan mengatakan, sejumlah wilayah di Purwakarta memang masuk pada zona merah. Seperti, 18 desa tersebut. Dengan begitu, desa itu rawan terjadi longsor saat musim penghujan.
"Salah satunya, Desa Salam Mulya, Kecamatan Pondoksalam yang masuk zona merah," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (8/11).
Menurutnya, gerakan tanah ini disebabkan kontur tanah di Purwakarta memang labil. Selain itu, tanahnya juga banyak mengandung lempung. Sehingga, saat musim hujan tanah ini bisa jadi medan luncur.
Karena itu, 18 desa yang masuk zona merah ini selalu diawasi setiap saat, terutama saat turun hujan. Tak hanya itu, pihaknya juga sudah menyosialisasikan mengenai gerakan tanah ini kepada aparat desa dan masyarakat setempat. Bahkan, peta zona kerentanan tanahnya sudah dibagikan. "Semoga, masyarakat juga sama-sama turut waspada," ujarnya.
Sementara itu, Kepala ESDM Kabupaten Purwakarta, Akun Kurniadi mengatakan, ada tiga bencana alam yang biasa terjadi di Purwakarta saat musim penghujan. Yaitu tanah longsor, banjir, dan angin puting beliung. Ketiga bencana ini, memang diwaspadai. Sebab, rawan menimbulkan korban jiwa.
"Saat ini, kami sudah kirim surat edaran ke desa-desa melalui kecamatan, mengenai wilayah yang rawan bencana," ujar Akun.
Selain Desa Salam Mulya yang saat ini sedang di pantau, yaitu gerakan tanah di Desa Cianting, Kecamatan Sukatani. Wilayah ini berada di kaki Gunung Cupu. Sedangkan di atas Gunung Cupu, ada aktivitas penambangan batu. Jadi, saat musim hujan potensi longsor di wilayah itu sangat tinggi. Sebab, tanahnya labil, tanah di atas juga rawan longsor.