Senin 09 Nov 2015 12:54 WIB

Mayoritas Warga Israel Dukung Pembunuhan Ekstrayudisial Warga Palestina

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Indira Rezkisari
Seorang gadis Palestina yang rumahnya dihancurkan oleh gempuran Israel dalam perang 50 hari, menatap ke luar dari ruang kelasnya di sekolah yang dikelola PBB di Biet Hanoun, utara Jalur Gaza, 9 Januari 2015.
Foto: REUTERS/Mohammed Salem
Seorang gadis Palestina yang rumahnya dihancurkan oleh gempuran Israel dalam perang 50 hari, menatap ke luar dari ruang kelasnya di sekolah yang dikelola PBB di Biet Hanoun, utara Jalur Gaza, 9 Januari 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sebuah hasil jajak pendapat menyebutkan, sekitar  53 persen warga Israel telah menyatakan dukungannya untuk pembunuhan ekstrayudisial terduga penyerang Palestina di tempat, bahkan setelah mereka telah ditangkap dan tidak lagi menimbulkan ancaman.

Diterbitkan oleh Institut Demokrasi Israel, temuan jajak pendapat mencerminkan keteguhan sikap di kalangan Yahudi Israel pada saat kerusuhan telah menyebar ke seluruh Israel, Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza. Jajak pendapat ini meneliti sikap warga Israel, baik warga Yahudi dan Palestina berkewarganegaraan Israel saat ketegangan dan kerusuhan terjadi.

Penelitian dilakukan selama dua hari pada akhir Oktober dan mewawancarai 600 orang dewasa. Survei ini juga menemukan bahwa 80 persen dari responden Israel percaya bahwa rumah keluarga terduga penyerang Palestina harus dihancurkan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mengecam seruan untuk pembunuhan di luar hukum. Dalam pernyataan bersama yang diterbitkan bulan lalu, sembilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Israel mengecam kebijakan pasukan keamanan yang menembak untuk membunuh.

"Politisi dan pejabat senior polisi tidak membantu untuk meredakan ketegangan dan menenangkan masyarakat," bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari laman Aljazirah, Senin (9/11).

Para pemimpin Israel telah meminta pasukan keamanan untuk menembak tersangka penyerang di tempat. Pada bulan Oktober, seorang legislator Israel dari partai Atid Yesh Yair Lapi mengatakan, warga Palestina yang diduga menyerang tentara Israel atau warga sipil harus ditembak untuk dibunuh.

Menteri keamanan Israel Gilad Erdan mengatakan, terduga penyerang harus dibunuh sehingga penyerang tahu bahwa mereka tidak akan bertahan saat melakukan serangan.

Di Yerusalem, komandan polisi Israel di kota, Moshe Edri, mengatakan terduga penyerang mungkin untuk dibunuh.

Pada Ahad (8/11), seorang warga Palestina diduga mencoba untuk menyerang lebih dari sekelompok warga Israel di dekat pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat dan melukai empat orang. Juru bicara militer Irael mengatakan, dia ditembak mati oleh pasukan. Kemudian pada hari yang sama, setidaknya dua warga Israel, salah satu dari mereka seorang penjaga keamanan di sebuah pemukiman di Tepi Barat terluka dalam saat ditikam oleh warga Palestina.

Dipicu oleh serangan Israel ke kompleks Masjid Al-Aqsa, protes warga Palestina terhadap pendudukan Israel mulai memanas pada bulan September. Pasukan Israel menanggapinya dengan kekuatan, termasuk penggunaan amunisi, dan senjata lainnya.

Sejak 1 Oktober pasukan Israel atau pemukim telah menewaskan sedikitnya 77 warga Palestina, di antaranya, demonstran tak bersenjata, pengamat, dan penyerang.

Sementara itu, para pejabat Israel mengumumkan pada Ahad (8/11) bahwa seorang tentara berusia 19 tahun meninggal karena luka-lukanya setelah mobil menabraknya di dekat Hebron. Selain itu, setidaknya 10 warga Israel tewas akibat warga Palestina yang menusuk, menembak, atau menabrak mobil sejak awal Oktober.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement