REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan penanganan ujaran kebencian (hate speech) oleh Polri dikhawatirkan membatasi partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam rangka memberikan kritik terhadap pemerintah dinilai menjadi terbatas.
"Peluang membatasi masyarakat untuk mengkritik pemerintah sangat besar," kata Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa, Jakarta, Selasa (10/11).
Ia mengatakan tujuan dari pengaturan ujaran kebencian adalah untuk mencegah konflik horizontal di masyarakat. Menurutnya, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 itu memungkinkan salah penafsiran yang keliru terutama untuk kebebasan berpendapat.
Ia mengatakan hal itu didasari karena dicantumkannya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik sebagai bentuk tindak pidana yang digolongkan sebagai ujaran kebencian. "Sebagaimana kita ketahui bahwa pasal pencemaran nama baik merupakan pasal karet yang sering digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi," ujarnya.
Untuk itu, ia mengatakan surat edaran itu harus dibuat lebih detail sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam implementasi di lapangan oleh kepolisian. "Surat edaran ditarik kemudian fokus kepada pencegahan konflik horizontal dan penyerangan terhadap kelompok tertentu berdasarkan ras, agama, kepercayaan, etnis, gender, warna kulit dan lainnya," katanya.