REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan menganggap, Mr. Sjafruddin Prawiranegara layak dianggap sebagai Presiden kedua Republik Indonesia. Pertimbangannya, ia mengatakan, karena pada 1948, Sjafruddin memimpin pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat (Sumbar).
"Memeng presiden kedua. Karena pemerintahan di sini, pemerintahan darurat di sini," kata Zulkifli usai memperingati Hari Pahlawan 10 November saat berada di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Selasa (10/11).
Saat itu, ia menuturkan, pada 19 Desember 1948, Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Muhammad Hatta memberikan mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, yang menjabat Menteri Kemakmuran. Soekarno-Hatta meminta kepada Sjafriddin yang berada di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat untuk membentuk PDRI.
Mandat tersebut, lanjutnya, dikeluarkan saat Belanda berhasil menguasai Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota RI. Selama pemerintahan darurat tersebut, dinyatakan, Indonesia masih tetap ada secara de facto dan de jure.
Zulkifli beranggapan, Mr. Sjafruddin saat itu sukses menjalankan tugas sebagai kepala negara dan kepala pemeritahan. Hingga keberadaan Indonesia saat itu, tetap diakui. "Kalau tidak ada (PDRI), tidak akan ada negara ini. Terputus," ujar Ketua DPP PAN itu.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menyatakan, tidak perlu ada keraguan untuk mengakui Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat sebagai Ketua PDRI antara 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 sebagai kepala negara. "(Dia) adalah kepala negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia," katanya.