REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para aktivis HAM menginisiasi diselenggarakannya pengadilan internasional rakyat terkait tragedi 1965. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah tidak akan menindaklanjuti hasil pengadilan rakyat yang digelar di Den Haag, Belanda tersebut.
"Itukan persidangan bukan pengadilan benaran. Kalau pengadilan benaran bisa bertahun-tahun. Itu hanya pengadilan, apalah, semu, mungkin latihan-latihan lah. Tak usah kita tanggapin," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/11).
Lebih lanjut, JK justru menyindir Belanda yang juga pernah melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Indonesia pada zaman penjajahan. Sebab, korban meninggal pada masa penjajahan Belanda terhitung jauh lebih banyak.
Tak hanya itu, pelanggaran HAM juga dilakukan negara lainnya seperti Amerika yang melancarkan perang di Irak.
"Berapa yang dibunuh Amerika di Irak, berapa yang dibunuh Eropa itu di Vietnam, berapa di bunuh negara barat itu di Afghanistan. Boleh, kalau (negara) Barat mau begitu, kita juga adili di sini," kata JK.
Pengadilan rakyat juga diikuti oleh sejumlah saksi yang merupakan korban dari tragedi tersebut. JK pun mempersilahkan para saksi yang merupakan warga Indonesia untuk memberikan kesaksiannya. (Baca: Aktivis HAM Indonesia Permalukan Negerinya di Belanda)
"Ya silahkan saja. Indonesia juga bisa sejuta orang bersaksi bagaimana Belanda di sini jaman dulu," kata dia. Pemerintah, kata JK, lebih mengutamakan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Seperti diketahui, pengadilan rakyat terkait tragedi 1965 digelar untuk mengungkap peristiwa pembantaian terhadap jutaan orang yang diduga terlibat PKI. Pengadilan rakyat ini digelar pada 10-13 November 2015 di Den Haag, Belanda.