REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nahdlatul Ulama (NU) bereaksi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional 1965 yang digelar oleh International People's Tribunal di NieuweKerk, Den Haag, Belanda sejak Selasa-Jumat (10-13/11).
"Harus dipahami, NGO (non-government organization) bukan lembaga hukum resmi negara," jelas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Marsudi Syuhud, Rabu (11/11).
Ia menerangkan organisasi non pemerintah bukanlah sebuah lembaga hukum resmi yang dimiliki atau dibentuk oleh sebuah negara. Maka, ia menegaskan organisasi pemerintah tidak dapat melakukan tuntutan dengan mengatasnamakan negara tertentu, meski kasus yang diajukan terjadi di negara tersebut. (Baca: Belanda karena Indonesia tak Minta Maaf ke Keluarga PKI" href="http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/11/11/nxmxco334-sidang-di-belanda-karena-indonesia-tak-jadi-minta-maaf-ke-keluarga-pki" target="_blank">Persidangan di Belanda karena Indonesia tak Minta Maaf ke Keluarga PKI
Terkait materi persidangan, Marsudi menjelaskan acara yang berlangsung tidak akan sama seperti sebuah negara yang secara resmi mengajukan tuntutan internasional. Menurutnya, acara persidangan hanya akan seperti sebuah organisi non pemerintah, yang tengah mengajukan gelar pendapat, akan suatu kasus yang terjadi di suatu negara.
Pengajuan kasus pembantaian 1965 dalam persidangan internasional menjadi ramai diperbincangkan, seiring diselenggarakannya persidangan di Den Haag, Belanda. Pengajuan itu sendiri dinilai sebagai langkah para aktivis dari organisasi non pemerintah, yang ingin menunjukkan adanya pembunuhan massal di Indonesia.