REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik rumah ibadah yang semakin intens terjadi di beberapa daerah disinyalir sengaja diciptakan. Ada beberapa pihak yang diduga mengambil keuntungan agar mengubah aturan pendirian rumah ibadah di Indonesia.
"Tujuannya tentu mengubah aturan pendirian rumah ibadah dan menghilangkan kesepakatan majelis agama-agama yang telah tertuang dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) 2 Menteri," kata Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustad Bachtiar Nasir kepada Republika.co.id, Rabu (11/11).
Hal ini cukup masuk akal, karena ada rentetan konflik rumah ibadah yang sangat berurutan di beberapa wilayah. Setelah kasus Tolikara dan Aceh Singkil, muncul penolakan pendirian masjid di Manokwari dan Bitung, Sulawesi Utara.
Upaya mengubah aturan pendirian rumah ibadah ini, menurut Bachtiar, bisa menimbulkan tirani minoritas terhadap mayoritas. Karena itu, ia mengimbau kepada Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar tidak gegabah mengubah SKB 2 Menteri terkait pendirian rumah ibadah ini.
"Harus melibatkan majelis-majelis agama dan ormas-ormas besar Islam di Indonesia," ujarnya. Jangan sampai Menag dan Mendagri mendengar masukan dari pihak-pihak yang memang berniat lain dari penyelesaian konflik rumah ibadah di tanah air.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada Selasa, mempertimbangkan kembali perlunya revisi SKB Dua Menteri, Mendagri, dan Menteri Agama terkait pendirian rumah ibadah. (Baca: Pembangunan Masjid di Bitung Diserang)
Menurut Tjahjo, beberapa syarat yang menjadi masalah konflik perlu dikurangi atau dihilangkan, seperti syarat persetujuan 90 orang disekitar lokasi pendirian atau cukup hanya Izin Medirikan Bangunan yang menjadi pertimbangan penting pendirian rumah ibadah.