Rabu 11 Nov 2015 21:40 WIB

Awal Musim Hujan, Harga Sayuran Masih Tinggi

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Pedagang menata komoditas sayuran yang di jual di Pasar Rumput, Jakarta, Ahad (15/3).
Foto: Prayogi/Republika
Pedagang menata komoditas sayuran yang di jual di Pasar Rumput, Jakarta, Ahad (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Meski sebagian wilayah Jawa Tengah sudah mulai turun hujan, namun dampak kekeringan masih terasa. Hal ini ditandai dengan masih tingginya harga berbagai jenis sayuran.

''Harga berbagai jenis sayuran memang masih mahal. Meski sudah musim hujan, tapi pasokan dari sentra penghasil sayur masih belum banyak,'' jelas Partinah (45), pedagang sayur di Pasar Manis Kota Purwokerto, Rabu (11/11).

Dia memperkirakan, pasokan sayuran kemungkinan baru akan kembali normal sekitar 1-2 bulan mendatang. ''Selama pasokan masih belum normal, harga sayuran pasti masih akan tetap tinggi,'' jelasnya.

Padahal, kata dia, kualitas sayuran yang dipasok seringkali tidak begitu baik. Seperti jenis sayuran tomat, seringkali yang diperolehnya hanya berupa tomat dalam ukuran kecil yang belum sepenuhnya berwarna merah. ''Meski kualitasnya tidak terlalu baik, tapi harganya mahal sehingga kita juga menjualnya ikut mahal,'' katanya.

Dari pemantauan di pasar tersebut, harga berbagai jenis sayuran memang masih lebih tinggi dibanding harga normal. Seperti tomat, saat ini dipatok dengan harga Rp 8.000 per kg. Padahal dalam kondisi normal, hanya dihargai Rp 3.000 per kg.

Demikian juga dengan wortel, saat ini dihargai Rp 15 ribu per kg atau lebih tinggi sekitar Rp 5.000 dibanding kondisi normal. Termasuk juga buncis yang saat ini dijual seharga Rp 12 ribu per kg, padahal harga normalnya hanya Rp 8.000 per kg.

Selain itu, jenis sayuran seperti sawi, kol, mentimun, dan kentang, juga dijual lebih tinggi rata-rata Rp 2.000 per kg dibanding harga normal. Termasuk cabe merah yang saat ini dijual seharga Rp 25 ribu dan cabe rawit merah seharga 30 ribu.

Partinah menyebutkan, berbagai jenis sayuran tersebut, kebanyakan disuplai dari sentra penghasil sayuran di lereng gunung Slamet. Baik di lereng yang berada di wilayah Banyumas seperti wilayah Kecamatan Sumbang, maupun dari lereng Slamet yang masuk wilayah Kabupaten Purbalingga seperti wilayah Kecamatan Serang.

Kepala Desa Serang  Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga, Sugito menyebutkan di desanya terdapat 800 hektar ladang sayuran. ''Namun selama musim kemarau ini, lahan seluas 780 hektar  tidak ditanami sayuran apa pun. Hanya 10 hektar yang ditanami  sayuran jenis kol yang tidak terlalu banyak membutuhkan air,'' jelasnya.

Menurutnya, sedikitnya lahan yang ditanami sayuran karena pada musim kemarau ini, banyak petani yang kesulitan mendapat air. ''Untuk kebutuhan air minum saja, kita meminta suplai air bersih dari Pemkab Purbalingga. Apalagi untuk kebutuhan tanaman,'' jelasnya.

Karena itu, kata Sugito, jika harga sayuran saat ini mengalami kenaikan, hal itu dinilai wajar karena suplainya memang sangat terbatas. ''Kemungkinan tingginya harga sayuran ini masih akan berlangsung lama, Saat ini petani di desa kami baru mulai melakukan persiapan tanam,'' jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement