REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan anggaran jasa lobi yang akan dimasukkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 harus jelas dan transparan.
"Indonesia dapat menggunakan jasa lobi di Amerika Serikat dan dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sepanjang apa yang diinginkan jelas serta transparan," ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, Kamis (12/11).
Hikmahanto menanggapi usulan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut B Pandjaitan agar DPR memasukkan jasa lobi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Ia mencontohkan ketika ada Rancangan Undang-Undang (RUU) di Amerika Serikat yang dapat mempengaruhi komoditas ekspor Indonesia bisa saja jasa pelobi dimanfaatkan.
"Ini untuk memastikan agar RUU tersebut tidak disetujui anggota kongres dan senat. Ini penting agar lapangan kerja di Indonesia tidak terpengaru. Apabila komoditas dilarang kan berarti ekspor tidak boleh dan berarti lapangan kerja menciut," kata Hikmahanto.
Menurut dia, jasa pelobi itu untuk mengisi pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh para diplomat dalam menjalankan lobi. "Tidak mungkin kalau diplomat harus menunggu anggota kongres dan senat untuk bisa menyampaikan argumentasi. Apalagi jumlah mereka sangat banyak dan tidak mungkin dilakukan oleh para diplomat," ujar dia.
"Selain itu, pelobi tugasnya analog seperti agen perus farmasi. Dia harus nunggu dokter selesai dengan pasiennya. Lalu dia harus bisa kasih argumentasi terkait obat yang nantinya akan diresepkan oleh dokter ke pasien," kata dia.
Hikmahanto memastikan bahwa pelobi tidak bertugas untuk mengatur pertemuan antar kepala pemerintahan dan kepala negara seperti dalam artikel Michael Buehler. "Kalau itu resmi harus lewat jalur diplomatik antara Kementerian Luar Negeri dan perwakilan negara di luar negeri," ujar dia.