REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mewaspadai agenda dibalik penyelenggaraan Pengadilan Rakyat atas peristiwa 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda.
"Rencana sejumlah aktivis bersama elemen keluarga eks PKI menggelar pengadilan rakyat atas peristiwa 1965 harus dicermati dan diwaspadai pemerintah dan semua pihak," katanya di Jakarta, Jumat (13/11).
Mahfudz menilai, agenda itu akan menjadi pintu masuk bagi gugatan hukum internasional terhadap dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Kasus-kasus itu, menurut dia, adalah bagian sejarah masa lalu yang semestinya sudah ditutup rapat, jika Indonesia ingin melangkah mantap ke depan.
"Bisa dipastikan, agenda ini jadi pintu masuk untuk menciptakan destabilitas politik dan mendekonstruksi institusi TNI," ujarnya.
Politikus PKS itu menilai, semua pihak semestinya punya sikap pandang sama tentang sejarah Indonesia dan juga terhadap reformasi TNI yang sudah berjalan baik.
Menurutnya, ketika kekuatan asing sudah mampu mengontrol elemen-elemen masyarakat sipil dan masyarakat politik juga semakin terdelegitimasi di era demokrasi liberal serta elemen masyarakat ekonomi makin terkooptasi oleh sistem kapitalis dunia maka yang tersisa adalah institusi TNI.
"Rencana pengadilan rakyat internasional harus dibaca dalam alur skenario ini," katanya.
Ia mengatakan, tidak habis pikir keterlibatan sejumlah pengacara Indonesia yang juga para tokoh masyarakat sipil dalam agenda ini. Menurutnya, pemerintahan Jokowi pun jangan pernah bermain api dalam isu kasus 1965 karena itu hanya pembuka tutup botol saja.