REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Kusfiardi menilai ada kejanggalan dari audit forensik yang dilakukan PT Pertamina (Persero) terhadap anak usahanya PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) beserta entitasnya (Petral Group). Terlebih audit tersebut dilakukan auditor Internasional asal Australia yakni Kordamentha, bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Audit itu dinilai janggal karena BPK sebelumnya telah melakukan audit terhadap Petral dan diperoleh laporan hasil pemeriksaan 'wajar' dalam kegiatan pengadaan minyak mentah dan produksi kilang. "Justru aneh, kalau BPK sudah audit investigatif, mengapa Kordamentha harus lakukan audit (forensik) lagi? Apa ga percaya sama audit BPK? Ada indikasi menyembunyikan informasi publik. Informasi yang disajikan juga normatif," kata Kusfiardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/11).
Berdasarkan dokumen audit BPK terhadap Petral, Pertamina dan Petral/PES telah melaksanakan pengadaan minyak mentah dan produksi kilang secara wajar, minyak mentah yang diimpor telah menghasilkan yield yang optimal sesuai dengan kondisi kilang dan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1995, Permen BUMN No.Per-15/MBU/2012, Permen Keuangan No.154/PMK.03/2010, Kepmen ESDM No. 2576 K/12/MEM/2012 dan Surat Keputusan Kepala SKK Migas No. KEP-0131/BPO0000/2014/S2, serta ketentuan-ketentuan lainnya.
Kata Kusfiardi, kejanggalan lainnya adalah masa audit yang terbatas hanya sejak periode 2012 sampai 2015. Mengingat sedang mencuatnya isu mafia migas hingga wacana pembubaran Petral itu sendiri. "Karena ada isu mafia migas dan penutupan Petral, periode audit pada tahun itu ya janggal. Kenapa tidak dari periode awal aja sekalian. Jadi ketahuan bagaimana kondisinya," ujar dia.