REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- NATO menolak keras anggapan yang menyebut serangan mematikan di Paris merupakan pertarungan antara Barat dan Islam. NATO malah menilai itu merupakan pertarungan dari ekstrimis dan pendukung nilai demokrasi.
Dilansir dari Outlook India, Ahad (15/11), Sekertaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan serangan di Paris hanya akan memperkuat tekad para pendukung demokrasi, yang ia yakini akan memenangkan pertarungan karena superior.
Terkait serangan sendiri, ISIS mengklaim serangan yang dilakukan secara bersamaan oleh kelompok bersenjata dan pelaku bom bunuh diri di Paris. Serangan itu menewaskan ratusan orang tewas di sebuah gedung konser, restoran dan stadion nasional Prancis.
Yang terpenting saat ini, lanjut Stoltenberg, adalah untuk menggarisbawahi betapa NATO mengutuk kekejaman dan serangan terhadap orang yang tidak bersalah di Paris. Ia mengungkapkan sekutu NATO bersatu dalam memerangi terorisme dan bersatu dalam solidaritas dengan Prancis.
Serangan ini dikatakan tidak hanya serangan terhadap orang yang tidak bersalah di Paris dan di Prancis, tapi juga salah satu nilai inti kita kebebasan dan demokrasi.
"Tujuan dari serangan mengerikan teroris ini adalah untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi kami, tetapi ini hanya akan memperkuat tekad kita," kata mantan Perdana Menteri Norwegia tersebut.
Stoltenberg menyatakan akan tetap waspada, menyatukan pertahanan demokrasi dan masyarakat terbuka yang mereka dimiliki Eropa.
Pertempuran, menurut Stoltenberg, akan diperjuangkan menggunakan kecerdasan, cara-cara militer, pekerjaan polisi dan dorongan ideologis untuk masyarakat terbuka berdasarkan kepercayaaan. Ia juga mengatakan umat Islam sekarang tengah memimpin perang melawan kelompok militan ISIS.
"Jadi ini bukan pertarungan antara dunia Islam dan dunia barat. Ini adalah pertarungan antara ekstrimis, penjahat dan orang-orang yang percaya pada nilai-nilai fundamental kebebasan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ujar Stoltenberg.