REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Kepala Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, Sabtu, serangan maut di Paris menyorot perang antara pegaris keras dan para pendukung demokrasi, bukan antara Islam dan dunia Barat.
Dalam wawancara singkat melalui telepon dengan AFP, Stoltenberg mengatakan serangan-serangan itu hanya akan memperkuat kesungguhan para pendukung demokrasi, yang akhirnya akan memenangi peperangan karena mereka memiliki "nilai-nilai lebih unggul."
Para pejihad Negara Islam (ISIS) pada Sabtu menyatakan bertanggung jawab atas rangkaian serangan yang terkoodinasi dan dilancarkan oleh para pria bersenjata dan pengebom bunuh diri di Paris, yang menewaskan hampir 130 orang di gedung konser, restoran-restoran dan stadion nasional.
"Hal penting saat ini adalah menggarisbawahi betapa kita mengutuk kekejaman dan serangan yang dilakukan terhadap orang-orang tak berdosa itu di Paris tadi malam," kata Stoltenberg.
(baca: Salah Satu Penyerang di Paris Ternyata Warga Prancis)
"Semua sekutu NATO bersatu dalam memerangi terorisme serta bersatu dalam solidaritas bagi Prancis. Kita akan terus waspada, bertekad kuat serta bersatu dalam membela demokrasi dan masyarakat terbuka kita," ujarnya.
Upaya memerangi garis keras akan menggunakan intelijen, militer dan polisi serta dorongan ideologis untuk membuka masyarakat yang berdasar pada kepercayaan, tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa kaum Muslim saat ini memimpin perang terhadap kelompok Negara Islam, yang juga disebut dengan ISIS, di Timur Tengah serta Afrika utara karena mereka juga menjadi korban.
"Jadi, ini bukan perang antara dunia Islam dan dunia barat. Ini adalah perang antara pegaris keras, penjahat dan orang-orang yang meyakini nilai dasar kebebasan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia," katanya.