REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia harus terbuka. Proses harus transparan hingga saatnya MKD memeriksa anggota DPR RI yang diduga terlibat dalam skandal PT Freeport Indonesia.
"Kami juga mendesak terlapor Setya Novanto untuk sementara mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR RI sampai ada putusan tetap dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)," kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK Ronald Rofiandri melalui pesan singkatnya, Selasa (17/11).
(Baca: Setya Novanto: Presiden dan Wapres Harus Dihormati)
Untuk memastikan hal tersebut, kata dia, hendaknya rapat-rapat MKD dilaksanakan secara terbuka, mulai dari pemeriksaan hingga pengambilan keputusan. Hal ini untuk memastikan penanganan etik berada pada koridor undang-undang dan Kode Etik DPR RI.
(Baca: Sigma: Menteri tak Bisa Mengadu ke MKD)
Selain hal tersebut, mengingat posisi terlapor merupakan Ketua DPR RI, dia meminta MKD bertindak imparsial dan tidak menerima intervensi apa pun serta tidak takut dengan tekanan dari pihak mana pun. "Hal ini juga untuk mencegah terulangnya preseden buruk dari ketertutupan pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus Donald Trump, yang tidak transparan dan akuntabel," katanya.
Kegagalan untuk menjalankan pemeriksaan etik dalam kasus tersebut secara terbuka, menurut dia, akan membuat makin terpuruknya wibawa DPR, terlebih terlapor adalah Ketua DPR. "Preseden membuka persidangan etik telah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam kasus Akil Mochtar. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hendaknya mengikuti preseden yang baik tersebut untuk mencegah keterpurukan wibawa parlemen lebih buruk lagi," kata Ronald.
(Baca: Rizal Ramli No Comment Soal Pelaporan Sudirman Said)