REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Dua pekan lalu, Wali Kota Molenbeek, Francoise Schepmans, baru saja memerintahkan penutupan kafe Les Beguines di lingkungan kumuh Molenbeek. Polisi Brussel menemukan pemuda sedang mengonsumsi obat-obatan terlarang di sana.
Tak lama berselang, Jumat pekan lalu, sang pemilik kafe tersebut meledakkan dirinya di Paris, Prancis, sebagai misi balas dendam dari ISIS. Dialah Ibrahim Abdeslam. Perjalanan Ibrahim dari pemilik kafe hingga menjadi pengebom bunuh diri tetap menjadi misteri. Keberadaan sang adik, Salah Abdeslam, hingga kini masih dicari.
Ada kejanggalan dari bisnis tersebut mengingat sang pemilik adalah beragama Muslim. Islam sendiri melarang pengonsumsian alkohol dan obat-obatan terlarang. Kawasan Molenbeek menjadi fokus perburuan para ekstremis yang memiliki hubungan dengan Suriah.
Saat penyelidikan pascaserangan di Paris, kepolisian menemukan kisah keseharian Ibrahim. Ia merupakan imigran Arab yang berasimilasi dengan kehidupan kota-kota di Eropa. Hal ini membuat orang-orang dekatnya tak percaya ia adalah seorang fanatisme yang mampu meledakkan dirinya.
"Mereka adalah orang-orang biasa yang suka tertawa. Mereka juga masih mengenakan pakaian biasa dan topi baseball Nike. Tidak ada yang radikal tentang mereka. Mereka ada di sini pekan lalu, nongkrong. Saya pikir mereka diindoktrinasi. Ada beberapa dalang di balik itu semua," jelas salah satu kerabatnya, Nabil (25), seperti dikutip Reuters, Selasa (17/11).
(Baca: 'Bagaimana Indonesia Menyikapi Peristiwa Teror di Paris?')