REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sidang kasus pembunuhan bocah Engeline, kembali digelar di PN Denpasar. Sidang dengan terdakwa Agus Tay Handa May, mendengarkan keterangan saksi I Dewa Ketut Raka.
"Sebenarnya ada dua saksi yang kami panggil, namun hanya satu orang yang datang," kata JPU I Ketut Maha Agung SH, Selasa (17/11).
Dewa Ketut Raka adalah Satpam yag disewa ibu angkat Engeline, Margreit alias Telly dari sebuah penyedia jasa sekuiriti. Pensiunan TNI AD itu bekerja di rumah Margreit selama 4-10 Juni dengan imbalan gaji sebesar Rp 1,9 juta sebulan.
Dalam keterangannya, Raka menyebut-nyebut nama dua putri Margreit yakni Christine dan Ivon. Ketika sejumlah pejabat khususnya Menteri Yudhi Chrisnandi dan Yohana Susana Yambise - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak datang, tak diizinkan Raka memasuki rumah Margreit, karena dilarang oleh Christine.
"Kalau tidak ada ijin dari keluarga saya, tidak boleh masuk. Itu kan rumah pribadi," ujar Raka menirukan perintah Christine.
Kendati bekerja di rumah Margreit, Raka tidak pernah bercakap-cakap dengan bosnya itu. Dia datang bekerja pagi hari mulai pukul 08.00 Wita dan pulang sore hari sekitar 17.00 Wita dan selama bertugas hanya duduk di kursi yang disiapkan di pintu masuk depan rumah Margreit.
Penjelasan Raka, sempat menjadi tertawaan para pengunjung sidang. Karena dia mengaku tidak pernah bercakap-cakap dengan Margreit, namun dia mengaku membantu menurunkan makanan ayam yang dari mobil. Makanan ayam itu baru dibeli Margreit.
"Jadi saudara menurunkan makanan ayam itu dari mobil tanpa diminta oleh ibu Margreit," tanya Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga.
Raka sempat terkejut dengan pertanyaan Ketua Majelis Hakim, yang kemudian dijawabnya bahwa dia menurunkan makanan ayam itu atas inisiatifnya. Pernyataan Raka sempat dikomentari Sinaga, bahwa Raka termasuk pegawai yang pengertian, mau menurunkan barang tanpa diminta dan kemudian Sinaga bertanya apakah itu bagian dari tugas petugas keamanan.
(Baca: Enam Fakta Penting yang Terungkap Seputar Pembunuhan Engeline)
Selama enam hari bekerja sebagai satpam di kediaman Margreit, Raka mengatakan dia tidak punya nomor telepon Margreit, sehingga dia hanya berkoordinasi dengan Christine bila ada sesuatu masalah. Christine sebutnya paling sering datang ke rumah yang kemudian diketahui sebagai tempat Engeline dihabisi, sedang Ivon hanya dua kali.
"Hampir setiap siang Christine datang. Katanya mengajak makan ibu untuk makan di luar," kata Raka.
Dalam sidang pembunuhan Engeline, Sinaga didampingi Ahmad Paten SIli dan Made Sukreni sebagai hakim anggota. Sedangkan Agus Tey Handa May, didampingi penasihat hukum Haposam Sihombing.
Sementara di tempat yang sama, juga dilangsungkan sidang dengan kasus penelantaran anak, denga terdakwa Margreit Ch Megawe alias Telly. Sidang menghadirkan empat orang saksi, yakni Ketut Ruta (Kepala SDN 12 Sanur), Sri Wijayanti (Wali kelas Engeline), Komang Juniati yakni wanita yang kerap memandikan Engeline dan Musrap yang merupakan tetangga Engeline.
Dalam sidang kasus penelantaran anak ini, Edward Harris Sinaga, didampingi Agus Waluyo Tjahyono dan I Wayan Sukanila SH sebagai hakim anggota. Sedangkan terdakwa Margreit didampingi penasihat hukumnya Hotmal Sitompul.
Dalam keterangannya, Kepala SDN 12 Sanur, Ketut Ruta mengatakan, Engeline mendaftar di SDN 12 Sanur diantar oleh Margreit. Saat mendaftar, Margreit tidak melengkapinya dengan akta kelahiran, dan mau menandatangani formulir pendaftaran yang mencantumkan namanya sebagai ibu kandung Engeline. Belakangan diketahui Engeline adalah putri kandung pasangan Achmad Rosidiq dan Hamidah.
Di tahun pertama mulai sekolah sebut Ruta, sikap dan penampilan Engeline masih kelihatan wajar-wajar saja. Namun pada semester kedua di kelas dua sebutnya, penampilan Engeline mulai awut-awutan, tidak terurus.
"Saya sampai berpikir ingin mengasuh Engeline, tapi kemudian kami mendengar dia hilang," kata Ruta.
(baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Ibu Angkat Engeline)