REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Ni'matul Huda menilai pencopotan Jaksa Penuntut yang berasal dari Kejagung yg sedang menyidik kasus Gatot Pujo bisa dipengaruhi dua faktor.
Faktor hukum dan faktor politik dinilai Ni'matul paling kuat menjadi pertimbangan seorang jaksa dimutasi. Ni'mah menilai, perpindahan seorang penyidik bisa jadi karena faktor prestasi jabatan.
(Baca: Kejaksaan Agung Tarik Jaksa Yudi dari KPK)
Jika melihat kasus pencopotan Jaksa tersebut dari KPK menjadi Kepala Kejati Jawa Timur bisa saja dilihat dari faktor prestasi. Namun, jika dari sudut pandang prestasi mestinya pemindahan ini tak berlangung terburu buru.
"Tapi kalau sisi negatifnya, ini juga bisa dilihat dari kacamata politis. Pencopotan atau mutasi dilakukan karena ingin menyembunyikan kasus atau pengalihan kasus," ujar Ni'matul Huda saat dihubungi Republika, Selasa (17/11).
(Baca: Penarikan Jaksa Yudi Terkait Kasus Rio Capella?)
Ni'mah menilai adanya tarik menarik antara KPK dan Kejagung dalam kasus Gatot Pujo ini membut opini publik mengalir pemindahan jaksa sarat akan kepentingan politis. Namun, saat ini semua pihak tidak bisa menduga duga kecuali pihak Kejaksaan Agung memberikan penjelasan secara terbuka atas mutasi ini.
Salah satu penyidik dari KPK ditarik oleh Kejaksaan Agung, Senin (16/11) malam. Penyidik tersebut dimutasi menjadi Kepala Kejati Jawa Timur dengan alasan naik jabatan. Padahal jaksa tersebut saat ini sedang mendalami kasus korupsi yang menyeret Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo.
(Baca: Penyebutan Nama Jaksa Agung Bisa Jadi Dasar Pemeriksaan KPK)