REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Akuntan Indonesia membutuhkan sertifikasi akuntan profesional memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini.
Guru Besar Akuntansi dan Keuangan University of Technology Sydney (UTS) Profesor David Bond mengatakan Indonesia saat ini terancam kebanjiran akuntan profesional dari negara ASEAN lain, khususnya Filipina dan Singapura.
"Indonesia bisa bersaing kuat di dalam negeri dan mengambil manfaat pasar MEA yang luas jika lebih banyak lagi akuntannya memiliki sertifikasi," kata Bond kepada Republika, Kamis (19/11).
Ada setidaknya delapan sektor jasa yang persaingannya terbuka secara regional, salah satunya profesi akuntan. Persaingan akuntan profesional di Indonesia menjadi kian kompetitif dengan diberlakukannya pasar bebas di Asia Tenggara ini.
Bond menilai jumlah akuntan profesional di Indonesia saat ini masih rendah dengan perbandingan satu akuntan profesional per 10 ribu penduduk. Australia saat ini sudah memiliki delapan akuntan profesional per 10 ribu penduduk, sementara Malaysia empat akuntan profesional per 10 ribu penduduk.
Data Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada Februari 2014 menunjukkan akuntan profesional di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan dunia kerja. Setidaknya dibutuhkan 452 ribu orang.
Data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan mencatat Indonesia hanya bisa menyediakan 16 ribu akuntan profesional. Hingga awal 2014, terdapat 226 ribu perusahaan yang memerlukan jasa profesi ini di Indonesia.
Bond menilai sertifikasi akuntan profesional bisa memberi banyak manfaat kepada akuntan Indonesia. Mereka bisa lebih mudah mendapat pekerjaan dan mempunyai kredibilitas tinggi hingga diterima baik jika ingin mengambil peluang di kawasan ASEAN.