Jumat 20 Nov 2015 19:53 WIB

Diduga Terkait ISIS, Seorang WNI Ditahan di Seoul

Rep: Gita Amanda/ Red: Citra Listya Rini
Para militan ISIS (ilustrasi).
Foto: AP
Para militan ISIS (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul menyatakan telah menerima informasi terkait seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditahan oleh Kepolisian Korea Selatan. WNI tersebut kini menjalani pemeriksaan atas kemungkinan keterkaitan dengan organisasi teroris kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Berdasarkan informasi dari pihak imigrasi, diindikasikan KTP WNI tersebut atas nama Abdullah Hasyim. Namun ia masuk ke Korea Selatan dengan nama Carsim. WNI tersebut tinggal di provinsi South Chungcheong sekitar 150 kilometer dari Seoul.

"Pihak kepolisian melalui koordinasi dengan KBRI Seoul masih terus mendalami nama sebenarnya dari WNI tersebut," kata pernyataan KBRI Seoul melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (20/11).

Pernyatan KBRI melanjutkan, pria berusia 32 tahun itu sudah berada di Korea Selatan sejak tahun 2007 dan sekarang berstatus illegal. Hingga saat ini, yang bersangkutan belum pernah berkunjung ke KBRI untuk lapor diri ataupun mengurus perpanjangan dokumen perjalanan.  

"Sekitar 2 (dua) bulan lalu, pihak Imigrasi Korea Selatan telah berkoordinasi dengan KBRI Seoul terkait adanya WNI di Korea Selatan yang diduga merupakan simpatisan suatu kelompok ataupun gerakan ekstrim berlatar belakang keagamaan," ujar pernyataan KBRI Seoul.

Keterangan ini dibuktikan melalui bukti yang ditemukan di akun Facebook milik Hasyim. Di mana gambar-gambar yang dipajang di Facebook miliknya menampilkan tulisan dan bendera yang mengarah pada organisasi Front Al-Nusra yang merupakan cabang organisasi Alqaidah di Syria. WNI tersebut selanjutnya dimonitor oleh otoritas keamanan Korea Selatan karena dikuatirkan akan membahayakan keamanan nasional Korea Selatan.

Pihak keamanan pada saat yang sama melakukan pelacakan keberadaan WNI tersebut guna diperiksa dan kemungkinan pendeportasian kembali ke Indonesia. Sejauh ini, WNI tersebut ditangkap karena dianggap melanggar hukum dan ketentuan keimigrasian Korea Selatan serta dicurigai mendukung organisasi terlarang.

"Pada saat penangkapan oleh polisi dilokasi didapat pisau, senapan M-16 mainan dan buku-buku tertentu," kata KBRI. Saat ini menurut KBRI Seoul, polisi masih menyelidiki apakah ada pihak-pihak lain yang turut bersimpati dengan yang bersangkutan sehingga merupakan risiko terhadap keamanan di Korsel.

Selama proses hukum, KBRI akan terus berkoordinasi dengan otoritas keamanan setempat serta memantau dan memberikan pendampingan kepada yang bersangkuan guna memastikan hak-hak hukumnya terpenuhi.

KBRI Seoul juga menghimbau WNI yang berada di Korsel untuk menghormati hukum setempat dan menghindari tindakan atau aktivitas yang dapat membahayakan keamanam bersama. Dalam kaitan tersebut, KBRI Seoul akan terus bekerjasama dengan berbagai organisasi kemasyarakatan Indonesia yang ada di Korea Selatan sebagaimana yang telah dilakukan selama ini.

Selain itu untuk mengurangi WNI yang overstayer, KBRI Seoul dan pemerintah Pusat  telah membuat berbagai kebijakan, program dan melakukan himbauan. KBRI memotivasi mereka untuk kembali dengan sukarela ke Indonesia, termasuk berbagai bantuan fasilitasi kepulangan dan penyediaan berbagai pelatihan untuk persiapan pulang ke Indonesia.

"Beberapa organisasi swadaya masyarakat Indonesia di Korea Selatan juga membantu memberikan pemahaman kepada WNI overstayer untuk kembali ke tanah air," ujar pernyataan KBRI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement