Sabtu 21 Nov 2015 03:14 WIB

BNPT Minta Presiden Wajibkan Antisipasi Serangan ISIS

Sejumlah siswa SDN Kaliasin I Surabaya menyalakan lilin ketika menggelar aksi 'Pray for Paris' di halaman sekolahnya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/11).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Sejumlah siswa SDN Kaliasin I Surabaya menyalakan lilin ketika menggelar aksi 'Pray for Paris' di halaman sekolahnya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta Presiden Joko Widodo mewajibkan seluruh komponen bangsa mengantisipasi kemungkinan serangan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Indonesia.

"Ini penting karena mau tidak mau, Indonesia telah menjadi 'bagian' ISIS dengan masih adanya 364 WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah," kata juru bicara BNPT, Irfan Idris, di Jakarta, Jumat (20/11).

Apalagi, kata dia, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menyatakan telah memantau keberadaan kantung-kantung ISIS di Indonesia. "Meski dianggap rendah atau sedikit, tapi kalau ada di mana-mana, tentu itu akan sangat berbahaya. Mungkin terornya tidak sebesar Paris, tapi itu bisa menjadi pesan bahwa mereka masih ada dan eksis," kata dia.

Misalnya, ungkap dia, seperti kasus Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) dan Investasi BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang bergabung ke ISIS. Atau dua pemuda Indonesia asal Pekanbaru yang ditangkap di Singapura, serta kasus serupa di Korea Selatan.

Irfan mengatakan teror di Paris yang menewaskan 129 orang dan mencederai ratusan orang lainnya harus menjadi bahan pembelajaran dan antisipasi. BNPT pun mensinyalir ISIS mengubah pola teror.

Menurut analisis BNPT, serangan teror di Paris merupakan model baru. "Kalau selama ini mereka melakukan teror dan serangan di wilayah yang pendukung ISIS banyak seperti Suriah dan Irak, sekarang mereka menghantam wilayah yang pendukung mereka sedikit, tapi memiliki dampak yang sangat luar biasa," ujar Irfan.

Strategi ini dianggap bagian dari strategi melebarkan sayap, karena saat ini kedudukan ISIS di Suriah tengah dibombardir pasukan Rusia, sehingga misi mereka menyebarkan paham ekstrem dan khilafah sekaligus menebar teror menjadi terbatas.

Dari situlah, kata dia, ISIS lantas membalas negara-negara yang ikut membombardir mereka melalui pengikut-pengikutnya di negara-negara tersebut.

"Memang secara jumlah, pengikutnya tidak terlalu banyak di setiap negara, tapi ancaman seperti teror Paris, bisa terjadi di negara-negara lainnya. Target mereka selanjutnya mungkin Italia dan Amerika Serikat," kata Irfan.

Kalau ISIS terus memainkan strategi itu, kata Irfan, pasti akan terjadi banyak teror dan ledakan bom di banyak negara yang ada simpatisannya, termasuk Indonesia.

Karena itu, lanjutnya, seluruh komponen bangsa Indonesia harus ikut aktif membantu BNPT dan lembaga-lembaga terkait dalam penanggulangan terorisme dengan cara meningkatkan kewaspadaan serta memperketat keamanan di tempat-tempat keramaian.

"Selain itu juga memperketat pengawasan secara massif di lembaga-lembaga pendidikan seperti kampus dan pondok pesantren, yang notabene dihuni anak muda yang mudah dicekoki paham-paham ekstrem," kata direktur deradikalisasi BNPT ini.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement