REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pakar Alquran, Dr Muchlis Hanafi mengungkapkan, 70 tahun sudah Indonesia merdeka. Dengan gagah berani, para pejuang bangsa ini merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Masa perjuangan di paruh kedua 1940-an, ungkap Muchlis, memberi kita teladan legendaris yang tetap abadi dalam kenangan kolektif bangsa Indonesia.
Peristiwa heroik 10 Nopember 1945, papar doktor dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, menjadi simbol kegigihan dalam berjuang, yang kita peringati sebagai ungkapan rasa syukur, sambil berdoa semoga Allah menerima dedikasi mereka terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.
''Kita bukanlah bangsa yang lupa akan jasa-jasa para pahlawan. Rasulullah SAW pun selalu mengenang jasa para sahabatnya yang gugur sebagai syuhada pada Perang Badar,'' jelas Muchlis dalam khutbah Jumat di Masjid Riyadlush Shalihin Parung, Bogor, Jumat (20/11).
Para pahlawan, menurut dewan pakar Pusat Studi Alquran (PSQ) ini, bukan hanya tetap hidup dalam ingatan dan kenangan, tetapi mereka benar-benar hidup di sisi Allah SWT dan selalu merasakan kenikmatan dan kebahagiaan.
Ia kemudian mengutip surat Ali Imran ayat 169-170 yang artinya, ''Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup seraya mendapat rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.''
Jika mempertahankan kemerdekaan di awal abad ke-20 melahirkan para pahlawan, lalu bagaimana dengan pahlawan di masa damai dan merdeka?
Menurut Muchlis, pahlawan adalah mereka yang diidolakan dan dimuliakan, karena laku yang diperbuatnya “di atas dan melebihi panggilan tugasnya” untuk kebaikan sesama manusia. Semangat patriotisme dan
heroisme yang mereka tunjukkan semata-mata untuk kebaikan dan kelangsungan hidup generasi setelah mereka,'' ujarnya.
Sebagai generasi penerus, jelas Muchlis, tantangan yang kita hadapi dalam hidup semakin beragam. Bila dulu para pejuang menggunakan fisik dan kekuatan senjata dengan bertaruh jiwa raga, kini perang sudah berubah wujud dengan medan tempur yang berbeda; tidak nyata, tanpa wilayah dan bisa terjadi di mana saja.
“Perang kebudayaan dan perang pemikiran,” itulah yang kita hadapi sekarang dengan bentuk yang kompleks dan mengerikan. Salah satu cirinya adalah menyenangkan korban. Aneh bila kita lihat, tetapi begitulah kenyataannya, para korban narkoba merasa nikmat, bahkan rela mengorbankan segalanya untuk itu, padahal mereka adalah korban,'' ujarnya.