REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Persoalan klaim wilayah oleh Cina di Laut Cina Selatan kembali mengemuka belakangan. Bagaimana sedianya posisi Cina atas wilayah di Laut Cina Selatan yang juga diklaim milik wilayah Republik Indonesia.
Pertengahan tahun, Republika.co.id menemui Deputi Direktur Studi Perbatasan Cina di Akademi Ilmu Sosial Cina, Li Guoqiang, ini untuk mencari tahu. Akademi Ilmu Sosial Cina adalah institusi penelitian sekaligus think-tank terpenting di Cina. Ia terafiliasi dengan pemerintah pusat Cina. Studi perbatasan di akademi itu telah melakukan riset sejak 1993 untuk menentukan titik geografis klaim Cina di Laut Cina Selatan yang diselimuti Sembilan Garis Putus-Putus.
Saat membuat peta garis putus-putus pada 1947, Cina belum menentukan koordinat yang presisi terkait jangkauan geografis klaim Cina. Namun, menurut Li Guoqiang, saat ini Pemerintah Cina telah memiliki koordinat geografis tersebut.
Dari riset mereka, kata Li Guoqiang, garis itu bersinggungan sengan ZEE sejumlah negara ASEAN yang mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Studi Perbatasan menemukan, ada sebanyak 1,5 juta kilometer persegi wilayah ZEE negara lain yang tumpang-tindih dengan Sembilan Garis Putus-Putus.
"Anda bertanya soal Indonesia? Ada seluas 50 ribu kilometer persegi wilayah tumpang tindih antara klaim Cina melalui Sembilan Garis Putus-Putus dengan ZEE Indonesia," kata Li Guoqiang saat ditemui, Mei lalu.
Wilayah daratan Kepulauan Natuna memang tak masuk dalam wilayah yang klaimnya tumpang tindih tersebut. Kendati demikian, Sembilan Garis Putus-Putus memotong wilayah laut Natuna di arah timur laut.
Saat Republika.co.id coba mengklarifiksi, pemerintah Cina tak menyangkal kemungkinan adanya tumpang tindih klaim antara Indonesia dan RRC. Kendati demikian, menurut Dirjen Departemen Perbatasan dan Kelautan Kementerian Luar Negeri Cina, Ouyang Yujing, angka akurat luas lokasi tumpang-tindih antara wilayah laut Cina dan Indonesia belum bisa ia sebutkan karena belum ada publikasi resmi dari RRC.
Ia mengindikasikan, area yang tumpang-tindih tersebut terletak di perairan sebelah barat daya Kepulauan Spratly yang perairannya berbatasan langsung dengan perairan Kepulauan Natuna milik Indonesia.
"Karena kami belum memublikasikan titik-titik geografis yang menjadi basis klaim di Kepulauan Nansha (sebutan Cina untuk Spratly), sangat sulit bagi kami untuk menghitung luasnya area yang tumpang-tindih," kata Yujing menjawab pertanyaan Republika.co.id, di kantor Kementerian Luar Negeri Cina di Beijing.
Yujing menekankan, Cina akan mengambil jalur-jalur damai dan negosiatif dengan Indonesia jika sengketa tersebut nantinya naik ke permukaan.