REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buruh di Jabar, menuntut kenaikan upah sebesar 25 persen. Padahal, Pemprov Jabar telah menetapkan kenaikan UMK sebesar 11,5 persen.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, prinsipnya semua aspirasi tersebut akan ia tampung.
"Akan kami kirimkan surat aspirasi dengan kop Pemprov Jabar, yang sifatnya meneruskan keinginan kawan-kawan buruh," ujar Heryawan yang akrab disapa Aher, Sabtu malam (21/11).
Secara sikap, kata dia, Pemprov akan patuh keputusan pemerintah pusat. Karena itu, usulan berikutnya soal penolakan UMK mengacu PP tersebut juga tidak bisa serta merta dikabulkan.
"Jadi, sekali lagi, kami akan meneruskan aspirasi tersebut bukan dalam konteks menyetujui atau menolak usulan dari demo," kata dia.
Pemprov Jabar, kata dia, secara institusi mendukung pelaksanaan PP 78 tersebut berikut turunannya. Pemprov, akan menjalankan ketentuan upah minimum kota (UMK) sesuai aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015.
Menurut dia, PP menetapkan kenaikan minimum UMK 2016 sebesar 11,5 persen. Sementara para buruh minta meminta lebih dari persentase itu seiring dengan meningkatkan kebutuhan hidup.
"Namun kami dengan dengan berat hati, sebagai pemerintah daerah, kami berkewajiban menjalankan PP," katanya.
Namun di sisi lain, kata dia, Ia juga tidak bisa tutup mata dengan apa yang dirasakan buruh dan pengusaha. Dirinya pun sangat menghargai aspirasi teman-teman buruh. Karena itulah, Ia berjanji menampung aspirasi buruh untuk disampaikan ke pemerintah pusat.
"Mohon dimaklumi, kami bukan pengambil keputusan. Pemrov Jabar adalah pemerintah daerah sebagai perpanjangan pemerintah pusat, maka tugas kami melaksanakan PP No.78/2015 tersebut," katanya.
Aher memaklumi jika saat ini gelombang demo buruh menolak UMK marak di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat. Sebagai sebuah hak warga negara, hal ini boleh dilakukan selama tidak anarkis.
Salah satu gelombang demo masif adalah ketika ribuan buruh asal Bekasi hari ini longmarch ke Tugu Proklamasi Jakarta hari ini, dengan puncaknya rencana aksi mogok kerja nasional pada 24-27 November nanti.
"Di sisi lain, saya juga dulunya aktivis, sering demo memperjuangkan aspirasi," katanya.
Namun, kata Aher, kewenangan terkait PP No.78/2015 ini adanya di pemerintah pusat sebagai pembuat peraturan.
Sebelumnya, pada Rabu, 11 November 2015 lalu, Aher juga menegaskan sikap senada ketika ribuan buruh yang tergabung Konfederansi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menolak upah minimun provinsi dan kenaikan UMK mengacu PP No 78/2015.