REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tercatat 12 anak menjadi korban 'lubang maut' bekas tambang di Samarinda, Kalimantan Timur. Dan, sampai sekarang belum ada juga tindakan yang dilakukan pemerintah setempat.
''Padahal, korban anak-anak Indonesia di samarinda sudah selusin,'' kata Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id, Ahad (22/11).
''Ini membuktikan negara khususnya pemerintah setempat tidak mampu menjamin ketidakberulangan kasus serupa,'' katanya.
Beberapa waktu lalu, Komnas HAM kembali menyurati pemangku kepentingan di Kalimantan Timur untuk menutup lubang itu apapun alasannya demi menjaga tidak terulangnya kembali jatuh korban anak-anak Indonesia.
"Kami juga mendorong agar pemerintah Memverifikasi dana reklamasi yang disetorkan perusahaan saat mengajukan ijin. Ini penting dilakukan untuk mengetahui penggunaan uang reklamasi itu," ucapnya.
Selain itu, Komas HAM juga mendorong agar pemerintah memverifikasi perusahaan mana saja yang setor jaminan uang reklamasi. Ini penting dilakukan untuk mengetahui siapa yg tidak taat asas dan siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban.
"Negara mestinya hadir melindungi hak konstitusional warga negara khususnya hak atas hidup," kata dia. Ia Juga berharap agar pihak kepolisian setempat menyelesaikan kasus itu dengan profesional dan mandiri.
Karena, lanjutnya, negara tidak boleh tunduk kepada aktor non negara yang diduga melakukan pelanggaran. "Apakah setelah selusin anak-anak Indonesia jadi korban, negara masih melakukan pembiaran (omission by state)?" ujarnya.
Anak-anak sering menjadi korban tenggelam di kolam bekas galian tambang batu bara yang dibiarkan tanpa ada reklamasi. Lubang bekas tambang batu bara beracun yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi, menjadi penyebab utama kejadian tersebut.