REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Dalam setiap medan perang, setiap tentara ataupun anggota milisi yang terlibat secara langsung diharuskan untuk tetap waspada.
Tidak jarang, mereka kerap menggunakan stimulan jenis obat-obatan terlarang (narkoba) tertentu untuk bisa terus waspada, tanpa rasa takut bak manusia super dan tidak tidur dalam waktu yang lama.
Hal serupa juga terjadi di perang Suriah, baik tentara maupun pejuang Suriah diketahui mengkonsumsinya. Nama stimulan yang digunakan adalah Captagon, atau yang juga dikenal dengan sebutan Fenethylline.
Captagon merupakan zat turunan dari Amphethamine atau zat utama yang terkandung di sejumlah jenis narkoba seperti sabu-sabu atau ekstasi. Sebenarnya, Captagon bukanlah 'barang' baru.
Obat ini sudah ada sejak pertengahan 60'an, yang dikembangkan oleh perusahaan obat asal Jerman, Degussa AG. Kegunaan obat ini untuk mengobati anak-anak yang mengalami hiperkinetik.
Secara kimiawi, Captagon mengandung Amphetamine tipe D, dan setengah dari Theophylline, zat yang kandungannya cukup dekat dengan Kafein. Efek yang dihasilkan dari Captagon pun hampir sama dengan jenis Amphetamine lainnya. Obat atau narkoba jenis ini menimbulkan sedikit perasaan euphoria.
"Tidak hanya itu, Anda terus berbicara, Anda tidak akan tidur, Anda tidak akan makan, dan Anda akan sangat berenergi," ujar Ramzi Hadad, Psikiatris asal Lebanon, seperti dikutip The Guardian.
Resiko kecanduan penggunanya dan efek yang ditimbulkan bagi penggunannya membuat WHO pada 1980 menyatakan Captagon sebagai zat terlarang jenis I.
Hal serupa pun diterapkan di Amerika Serikat melalui keputusan dari Badan Makanan dan Obat (FDA) pada 1981. Captagon pun termasuk ke dalam kategori obat-obatan terlarang.
Namun, lantaran kondisi perang yang menimpa Suriah, peredaran Captagon tidak bisa dikendalikan. Terlebih, sebelum terjadinya perang sipil, Suriah memang dikenal sebagai salah satu pintu masuknya narkoba ke sejumlah wilayah Timur Tengah. Saat ini, di sejumlah kota besar di Timur Tengah, satu butir Captagon bisa didapatkan dengan harga 20 dolar AS.
Penggunaan Amphetamine atau obat-obatan terlarang sebagai stimulus di dalam perang memang bukan kali ini saja terjadi. Pada Perang Dunia II, para prajurit Jerman disebut diberikan sejenis crystal meth, yang biasa disebut Panzerschokolade.
Di Perang Teluk dan Vietnam, para tentara mengenal apa yang disebut 'benzos' sebagai stimulan. Tidak hanya itu, pada saat ini, para prajurit Amerika Serikat juga disebut-sebut mendapat sejenis stimulan, seperti Ritalin dan Adderall.