REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) Prof Nur Syam mengatakan, umat Khonghucu saat ini memiliki hak pelayanan yang sama dengan agama lain, namun minimnya rohaniawan agama itu mengakibatkan pelayanan agamanya belum optimal.
"Hal ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban bersama umat Khonghucu dan rohaniawannya dengan pemerintah," katanya dalam sambutan yang dibacakan Pjs Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Mudhofir pada pembukaan workshop regional peningkatan kualitas rohaniawan Khonghucu tahun 2015 di Jakarta, Ahad (22/11) malam.
Hadir pada acara itu Kepala Bidang Agama Konghucu, Emma Nurmawati, beberapa pejabat Kemenag dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Bratayana Ongkowijaya.
Menurut dia, aplikasi penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan Konghucu bukan hal yang mudah, mengingat 32 tahun umat Khonghucu belum mendapatkan pelayanan secara optimal, yakni administrasi kependudukan, peribadatan, pencatatan perkawinan dan berbagai kepentingan sipil lain.
"Hal ini tentunya juga berhubungan dengan masih minimnya guru agama Konghucu yang memiliki jenjang dan jalur pendidikan keagamaan formal," ujar Nur Syam.
Menurut dia, masalah itu bermuara pada belum adanya perguruan tinggi agama Khonghucu di Indonesia sebagai kebutuhan dasar untuk mencetak guru-guru agama Khonghucu yang profesional.
Selain itu, lanjut Sekjen, pendataan masyarakat Konghucu belum sepenuhnya valid, data umat, siswa, guru agama, rohaniawan, kelembagaan agama dan tempat ibadah masih perlu diverifikasi kebenarannya.
"Karena itu, peran Matakin dan Kemenag khususnya Sekretariat Jenderal cq Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) sangat penting untuk melayani dan mendata keberadaan umat Khonghucu," jelas Nur Syam.
Ia juga mengatakan, negara tidak membedakan golongan masyarakat, suku, ras dan agama tertentu. Pelayanan pemerintah terhadap umat beragama juga didasarkan pada UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, khususnya dalam pasal 1 berbunyi: Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Sementara itu pengamat agama, Abdul Fatah, memuji kesabaran umat Konghucu, meski 32 tahun diperlakukan secara tidak adil serta mendapat tekanan, namun umat Khonghucu mampu menghadapinya.
"Umat Konghucu lulus karena tidak pernah berbuat anarkis, protes, apalagi merusak fasilitas umum," ujar Abdul Fatah, mantan Staf Ahli Menag RI.
Kepala Bidang Agama Konghucu Emma Nurmawati menambahkan, saat ini jumlah penganut agama Khonghucu sebanyak 117 ribu orang.
"Namun ini perlu diklarifikasi kebenaran data, perlu dibuat data yang lebih akurat," katanya.