REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya biaya pendidikan, membuat banyak orang tua memutar otak untuk melakukan berbagai cara asalkan anak-anak mereka bisa bersekolah. Hal itu pulalah yang dilakukan orang tua di Desa Alor Besar, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Arisan yang beranggotan ibu-ibu juga kaum bapak ini merupakan sebuah kelompok arisan pendidikan yang mereka namakan 'Bunga Bara'. Arisan yang mereka rancang tergolong unik, bukan seperti arisan kebanyakan dimana uang dikumpulkan dari semua anggota arisan, dan ada masanya uang itu dibagikan kepada anggota arisan yang beruntung. Karena namanya arisan pendidikan, dana yang dikumpulkan bertujuan khusus untuk pembiayaan sekolah anak-anak. Terutama yang akan bersekolah di sekolah menengah umum atau perguruan tinggi.
Ketua kelompok arisan ini, Suhardi Djou mengatakan, kelompok ini berdiri sejak Juli 2009. Mereka awalnya adalah sebuah kelompok tani yang beranggotaan 10 orang. Salah satu kegiatannya adalah arisan pembangunan rumah.
Seiring munculnya tuntutan biaya pendidikan keluarga, muncul ide mereka untuk membentuk arisan pendidikan. Arisan ini lantas berkembang kemudian berjalan dan beranggotakan 25 kepala keluarga. Program airsan pendidikan di desa ini, menjadikan Desa Alor Besar dipilih menjadi salah satu piloting Desa Ramah Perempuan (DRP) yang digagas Konsorsium PT Global Concern dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel) atau disingkat KGCK. Ada enam desa seluruhnya yang menjadi piloting program ini. Desa lainnya adalah Desa Borokanda dan Rando Tonda di Kabupaten Ende, serta Desa Pon Ruan dan Desa Golo Ndele di Kabupaten Manggarai Timur. (Baca Juga: Enam Desa di NTT Digadang Jadi Desa Ramah Perempuan).
Suhardi mengatakan, ide membentuk arisan pendidikan ini adalah untuk membantu sebahagian biaya dari keperluan sekolah anak-anak mereka. “Kita keluarga yang kurang mampu, kita buat arisan ini supaya anak-anak bisa sekolah, tidak ada yang kita berikan lebih untuk anak-anak kami. Arisan ini juga sebagai motivasi untuk anak-anak lebih semangat bersekolah dan menghargai usaha orang tua,” ujar Suhardi di Jakarta, Senin (23/11).
Cara arisannya pun berbeda dari biasanya. Bukan dengan cara undian, tapi dengan bergiliran tergantung siapa anggota yang anaknya masuk sekolah SMA atau kuliah. Dari hasil arisan pendidikan ini, sudah ada empat orang anak dari empat orang anggota arisan yang sudah di wisuda. "Dana yang diberikan sesuai dengan kesepakatan anggota yaitu setiap bulannya Rp 100 ribu per kepala keluarga," ujarnya.
Tidak ada syarat-syarat tertentu untuk mengikuti arisan ini selain hanya komitmen saja. Keanggotaannya terbuka pada siapa saja anggota masyarakat di Desa Alor Besar yang ingin ikut. Namun, sebagian besar anggota arisan ini adalah kepala keluarga dengan pekerjaan utama petani dan tukang batu dan tukang kayu yang berekonomi lemah.
Sebelumnya, di desa itu banyak anak-anak yang putus sekolah karena keterbatasan biaya dan kurangnya peranan orang tua. Menurut Anwar Razak, Fasilitator Kopel di Kabupaten Alor, NTT, Arisan yang mereka bentuk ini sampai sekarang masih berjalan lancar dan baik-baik saja. "Tidak ada permasalahan antar anggota kelompok arisan ini. Bahkan mereka saling memotivasi agar anak-anak mereka tidak ada yang putus sekolah di tengah jalan," ujarnya.