REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara oleh Arifin Panigoro melalui grup Medco Energi Internasional Tbk dinilai tidak bisa melalui langkah murni bisnis atau business to business. Hal ini karena, Newmont harus melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) terlebih dahulu lalu kemudian melaporkannya kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Langkah tersebut harus dilalui karena pada dasarnya Newmont masih tunduk di bawah kontrak karya antara pemerintah dengan perusahan. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengaku, hingga saat ini belum ada laporan atau pembicaraan formal antara pihak Arifin atau Medco untuk mengambil alih saham Newmont. Namun, jika Arifin nanti jadi membeli saham Newmont maka tidak ada kewajiban divestasi. Bambang menyebut, kewajiban divestasi dilakukan apabila operator termasuk dalam penanaman modal asing (PMA).
"Kalau memang Newmont mau jual sahamnya, harus RUPS dulu, ganti direksi sebelumnya menjadi yang ingin membeli. Harus lapor ESDM dulu. Kan semua harus mendapatkan persetujuan dari ESDM, khususnya Minerba," ujar Bambang di Jakarta, Kamis (26/11). (Baca: Ambilalih Newmont, Arifin Panigoro Siapkan Smelter 500 Juta Dolar AS)
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengatakan, pembelian tersebut merupakan business to business. Karena itu, aksi tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kewajiban divestasi.
"Bukan dikasih, ini bussiness to bussiness," ujar Rizal.
Baca juga:
Pemprov NTB Tawarkan Sahamnya di Newmont ke Arifin Panigoro