REPUBLIKA.CO.ID, SUMEDANG -- Kepala Biro Persidangan MPR, M. Rizal mengatakan, empat tahap perubahan yang dialami UUD 1945 membawa dampak yang sangat besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menyangkut tugas dan kewenangan MPR misalnya, berdasar UUD 1945 hasil perubahan, tugas dan wewenang MPR tidak sebesar dulu.
Sebelum perubahan UUD 1945, MPR bisa dengan mudahnya menurunkan presiden. ''Kini kewenangan itu sudah mulai berkurang. MPR tidak bisa serta merta menurunkan presiden, seperti yang dialami (alm) Presiden Gus Dur,'' kata Rizal, saat Jambore Sosialisasi Empat Pilar, di Bumi Perkemahan Kiarapayung, Sumedang, Sabtu (28/11).
Menurutnya, MPR hanya bisa menurunkan presiden jika Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengadili presiden, setelah memutuskan bahwa presiden bersalah. Maka setelah keputusan tersebut, MPR akan bersidang untuk menentukan sikap apakah akan menurunkan presiden atau tidak.
Selain menyangkut kewenangan menurunkan presiden, UUD hasil perubahan juga menyunat tugas MPR dalam membuat GBHN. Rizal menambahkan, sejak perubahan UUD MPR tidak lagi membuat GBHN. Karena itu, MPR tidak berhak meminta pertanggungjawaban presiden diakhir masa jabatannya.
"UUD hasil perubahan memperkuat sistem pemerintahan Presidensil. Karena itu presiden tidak bisa dijatuhkan oleh MPR, kecuali jika presidennya benar-benar terbukti menyalahi pasal 7A UUD 1945,'' kata dia.
UUD hasil perubahan juga menyunat tugas MPR dalam membuat GBHN. Sejak perubahan UUD, MPR tidak lagi membuat GBHN. Karena itu, MPR tidak berhak meminta pertanggungjawaban presiden pada diakhir masa jabatannya.