Ahad 29 Nov 2015 00:40 WIB

Penundaan Seleksi Pimpinan KPK Berpeluang Langgar UU

KPK
KPK

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mendorong Dewan Perwakilan Rakyat mempercepat seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Seleksi pimpinan KPK dinilai mendesak sebelum masa purnatugas pimpinan saat ini.

"Pertengahan Desember 2015 pimpinan KPK yang sekarang akan berakhir masa jabatannya. Sangat buruk bagi pemberantasan korupsi jika tidak segera dipilih pimpinan yang baru," kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rochman di Yogyakarta, Sabtu (28/11).

Upaya percepatan itu perlu dilakukan, menurut Zaenur dalam formasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini, tiga orang di antaranya merupakan pelaksana tugas yang diangkat setelah presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Menurut Zaenur, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak memiliki ruang maupun kewenangan selain memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang (UU) KPK. Dalam pasal itu memandatkan uji kelayakan capim KPK selambat-lambatnya tiga bulan sejak penyerahan nama-nama calon oleh presiden.

"Jika DPR menunda apalagi mengembalikan calon kepada Presiden jelas melanggar UU KPK," katanya.

Sementara itu, menurut dia, apabila hingga kini DPR masih menilai ada kekurangan pada calon yang telah diusulkan Presiden pada September lalu, maka DPR memiliki kesempatan untuk mengujinya di fit and proper test. Terkait penilaian DPR yang mempermasalahkan tidak adanya unusur jaksa dalam capim KPK pilihan Pansel, menurut Zaenur sesuai UU KPK tidak ada keharusan agar pimpinan KPK harus terdiri dari unsur jaksa atau polisi sebab lembaga itu bukan perwakilan institusi penegak hukum.

"Jadi yang mengatakan harus ada, sangat jelas tidak memahami UU KPK," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement