REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Sektor pariwisata Turki, penghasil utama devisa negeri itu, mulai merasakan pukulan saat Rusia bertindak untuk membalas tindakan Ankara menembak jatuh pesawat tempur Rusia pada Selasa (24/11).
Turki menghadapi resiko kehilangan wisatawan Rusia, yang merupakan pelancong terbanyak kedua ke tempat wisata Turki setelah warga Jerman, sementara keprihatinan meningkat di sektor pariwisata karena hotel dan biro perjalanan mulai menerima pembatalan pemesanan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyarankan warga negara Rusia agar tidak mengunjungi Turki, beberapa jam setelah jet tempur Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia Su-24 di dekat perbatasan dengan Turki.
Turki dan Rusia masih terlibat pertengkaran mengenai kondisi saat jet tempur Rusia ditembak jatuh, dan Moskow mempertimbangkan tindakan pembalasan.
Rostourism, dinas perjalanan negara Rusia, menyarankan pembekuan penjualan paket perjalanan ke Turki.
Natali Tours, satu operator pariwisata Rusia, menyatakan perusahaan tersebut juga akan menghentikan penjualan paket perjalanan ke negara tetangga di sebelah selatan Rusia itu "dalam waktu dekat", demikian laporan Xinhua, Ahad (29/11).
Turki telah menikmati "booming" pemesanan setelah Rusia menghentikan penerbangan ke Mesir, karena satu pesawat perusahaan penerbangan Rusia jatuh pada 31 Oktober dan peristiwa tersebut diduga akibat ulah IS.
Pada 2014, lebih dari empat juta orang Rusia mengunjungi Turki, sehingga menghasilkan devisa empat miliar dolar AS buat Turki.
Sejak awal 2015, Turki telah menyaksikan penurunan sebanyak 800.000 kedatangan wisatawan Rusia karena mata uang ruble melemah. Dengan peristiwa penembakan jet Rusia, wakil dari pasar pariwisata memproyeksikan penurunan lebih dari 40 persen wisatawan Rusia.
Osman Ayik, pemimpin Federasi Hotel Turki, mengatakan kepada Xinhua seruan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Rusia memiliki dampak dalam waktu dekat.