REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan POM menemukan obat tradisional (OT) mengandung bahan kimia obat BKO yang dilarang untuk dikonsumsi masyarakat. Terdapat 54 OT mengandung BKO dalam daftar tersebut, dimana 47 diantaranya merupakan OT tanpa nomor izin edar/ilegal.
BKO yang teridentifikasi dicampur dalam temuan produk OT hingga November 2015 didominasi oleh penghilang rasa sakit dan antirematik, seperti Parasetamol dan Fenilbutazon.
Parasetamol dan Fenilbutazon tidak boleh dicampurkan sama sekali ke dalam OT. Penggunaan Parasetamol yang tidak tepat (jangka panjang/dosis besar) dapat menyebabkan kerusakan hati. Sedangkan Fenilbutazon termasuk obat keras yang harus digunakan atas petunjuk dokter.
Jika digunakan secara tidak tepat, Fenilbutazon dapat menimbulkan akibat bagi kesehatan, mulai dari yang ringan seperti mual, muntah, ruam kulit, hingga risiko yang lebih berat seperti penimbunan cairan, perdarahan lambung, perforasi lambung, reaksi hipersensitifitas (Steven Johnsons Syndrome), hepatitis, gagal ginjal, leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis.
Badan POM melakukan penarikan terhadap 54 OT mengandung BKO tersebut dari peredaran untuk selanjutnya dilakukan pemusnahan. Pada tahun 2015 ini, telah dilakukan pemusnahan terhadap OT senilai Rp 75,7 miliar dan bahan baku OT senilai Rp 63,55 miliar.
Terhadap 7 item hasil temuan OT mengandung BKO yang telah terdaftar, nomor izin edarnya telah dibatalkan. Sebagai informasi, dalam dua tahun terakhir, sejumlah 115 kasus peredaran OT mengandung BKO berhasil diungkap dan telah diajukan ke pengadilan.
Permasalahan ini bukan hanya menjadi isu di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.Berdasarkan informasi melalui Post-Marketing Alert System (PMAS), World Health Organization (WHO) dan US Food and Drug Administration (FDA) sebanyak 38 OT dan SK mengandung BKO serta bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat.
Ketiga puluh delapan produk tersebut diduga merupakan produk luar negeri. Karena itu, selain terus memperkuat dan meningkatkan koordinasi dengan berbagai instansi terkait di dalam negeri, antara lain pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk penanganan dari segi hukum, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan/Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan), asosiasi/perusahaan di bidang OT melalui Kelompok Kerja Nasional Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (Pokjanas Penanggulangan OT-BKO), Badan POM juga memperkuat kerjasama ASEAN melalui PMAS dan dengan berbagai negara lain, seperti Australia, Cina, dan Amerika.
Upaya pemberantasan obat tradisional mengandung BKO yang dilakukan Badan POM tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan lintas sektor terkait, pelaku usaha dan masyarakat. Pelaku usaha dihimbau untuk tidak memproduksi dan/atau mengedarkan OT yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif dalam pengawasan dengan menjadi konsumen cerdas, bertindak lebih waspada dan tidak mengonsumsi produk-produk sebagaimana tercantum dalam lampiran peringatan/public warning ini ataupun yang sudah diumumkan dalam peringatan/public warning sebelumnya.
Jika masyarakat menemukan hal-hal yang mencurigakan terkait produksi dan peredaran OT secara ilegal, dapat menghubungi Contact Center HALOBPOM 1-500-533, sms 0-8121-9999-533, [email protected], twitter @bpom_ri atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) di seluruh Indonesia.