REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan dalam sidang terbuka Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Rabu (2/12). Sudirman Said dipanggil terkait skandal "Papa Minta Saham" yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto.
Dalam kesempatan sidang MKD, Sudirman Said menjawab pertanyaan mengenai dugaan bahwa ia justru berpotensi melanggar UU Minerba terkait perpanjangan Freeport. Sudirman diduga ikut melakukan lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, belum lama ini. Amanat UU Minerba yang meminta perubahan kontrak karya baru bisa dilakukan pada 2019 diduga tak diindahkan.
Pertanyaan dalam sidang MKD ini dilatari munculnya surat resmi dengan kop Kementerian ESDM yang ditujukan kepada Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc James R Moffett. Surat ini tertanggal 7 Oktober 2015 dan ditandatangani nama Sudirman Said.
Di hadapan sidang MKD, Sudirman mengakui keaslian surat tersebut. Dia bahkan menjelaskan alasan kementeriannya menulis surat yang terdiri atas empat poin utama itu. Poin-poin yang antara lain menegaskan posisi Pemerintah Indonesia atas permohonan perpanjangan kontrak PTFI.
"Dan Freeport mengatakan, ini (surat) cukup membantu. Karena itu memberi sinyal, pemerintah (Indonesia) akan men-sustain investasi tetapi dijelaskan bahwa memang belum memungkinkan untuk memberikan perpanjangan," ujar Sudirman Said dalam persidangan MKD di gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/12).
Dia juga menegaskan, surat tersebut ditulisnya tidak sendirian alias bersama-sama dengan Bagian Biro Hukum Kementerian ESDM dan Sekjen ESDM. Pada 6 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo bahkan mengundang ia untuk membicarakan poin-poin yang akan disampaikan kepada bos Freeport McMoran Inc itu.
Sudirman menegaskan, Presiden Jokowi menginginkan agar Freeport bisa merasa nyaman bahwa investasinya di Indonesia akan tetap terjamin dalam waktu ke depan. "Itu yang membuat pada 6 Oktober, Presiden mengundang PT Freeport bertemu langsung dengan beliau, kemudian di situ dinyatakan bahwa sebetulnya pemerintah tidak punya alasan untuk menghentikan investasi apa pun karena pemerintah sedang butuh investasi."