REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis menyatakan bahwa pelaku bom Paris hanya membutuhkan tidak lebih dari 30.000 euro atau sekitar Rp 430 juta untuk melaksanakan aksinya.
Para pelaku tersebut membiayai aksinya dengan mengumpulkan sumbangan-sumbangan kecil dan membelanjakannya dalam jumlah yang kecil pula sehingga sulit untuk dilacak karena menggunakan kartu kredit prabayar, demikian keterangan Menteri Keuangan Prancis Michel Sapin dalam konferensi pers.
"Biaya dari rangkaian serangan ini tidak lebih dari 30.000 euro," kata Sapin Kamis (3/12).
Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku tidak harus memindahkan uang dalam jumlah yang besar dalam masa persiapannya, kata dia. Unit intelejen di Kementerian Keuangan Prancis, Tracfin, mengatakan bahwa sejumlah kartu prabayar, yang beberapa di antaranya dibeli di Belgia, digunakan untuk menyewa beberapa mobil dan apartemen yang digunakan para pelaku 48 jam sebelum serangan bom terjadi.
Sapin menjelaskan bahwa pelacakan uang dalam jumlah yang kecil berpotensi menjadi "krusial" dalam upaya pemberantasan terorisme, terutama jika data tersebut dikumpulkan bersama bagian-bagian lain dari penyelidikan.
Sebagai bagian dari upaya perbaikan aktivitas pengintaian dana yang berpotensi digunakan untuk melancarkan serangan terorisme, pemerintah Prancis berencana untuk memberi Tracfin akses yang lebih mudah bagi data-data keuangan milik para terduga.
Pada 13 November lalu, sejumlah bom meledak di sejumlah kawasan Kota Paris dalam sebuah serangan yang terkoordinasi. Insiden tersebut telah menewaskan 130 orang dan melukai 368 orang.