REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo membenarkan, tidak sembarangan orang bisa melakukan penyadapan. Ia mengatakan, hanya KPK yang bisa melakukan penyadapan setiap saat. Bahkan, kejaksaan pun hanya bisa melakukan penyadapan setelah ada izin dari pengadilan.
Namun, menurut dia, apa yang dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bukanlah penyadapan.
Maroef hanya merekam pertemuannya dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Reza Chalid yang ternyata di dalamnya ada pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla demi mendapatkan saham PT Freeport.
"Ini bukan penyadapan. (Maroef Sjamsoeddin) merekam pertemuan mereka itu. Kan semuanya sudah dijelaskan semuanya di MKD," katanya di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (4/12).
Prasetyo melanjutkan, Kejaksaan Agung sudah mulai mendengar dan mencermati satu per satu bagian-bagian pembicaraan yang ada dalam rekaman tersebut. Dia pun berjanji akan objektif dan profesional dalam melakukan pemeriksaan rekaman tersebut.
"Kita akan cermati satu per satu, bagian-bagian pembicaraan mana yang itu bisa dimaknai sebagai percobaan, menunjukkan adanya percobaan di sana, adanya pemufakatan," katanya.
Prasetyo menjelaskan, dalam Pasal 15 diatur, barang siapa yang melakukan perbantuan dan percobaan untuk melakukan korupsi, pemufakatan jahat melakukan korupsi akan dihukum sesuai apa yang diatur dalam Pasal 2, Pasal 5, sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.