REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengadakan pertemuan dengan para eksportir khusus produk pertanian. Tujuannya, mengakomodasi segala laporan yang kemudian dikoordinasikan dan dicari solusinya di tingkat pemerintah.
"Kita identifikasi dulu, yang bisa diselesaikan di Kementan akan kita segera selesaikan, tapi kalau menyangkut lembaga lain, kita koordinasikan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Gardjita Budi, di Jakarta, Jumat (4/12). Namun, ia juga meminta para eksportir introspeksi diri dalam melakukan produksi agar sesuai aturan dan ketentuan negara pengimpor.
Pemerintah melalui Kementan telah berupaya membantu penyiapan produksi, di antaranya dengan melakukan pembinaan kepada petani. Pendampingan petani agar memiliki produk berstandar nasional dan inernasional pun dilakukan dengan alokasi anggaran Rp 50 juta per kabupaten.
Gardjita juga merespons keluhan eksportir sayur dan buah terkait pungutan x-Ray Rp 500 per kilogram barang ekspor di penerbangan dalam negeri sebelum barang berangkat ke negara pengimpor. "Pemeriksaan diperlukan untuk memenuhi persyaratan internasional, kita komunikasikan dengan perhubungan," katanya.
Kepala Seksi Kerja Sama dan Program Keamanan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budhi K Kresna menjelaskan soal tarif Rp 500 per kilogram barang ekspor yang dikeluhkan eksportir. "Pemeriksaan barang ekspor dengan sistem consignment security declaration wajib untuk menjaga keamanan barang keluar," kata dia.
Jika tidak dilakukan pemeriksaan, akan terjadi dua kemungkinan, yakni produk gagal dikirim atau produk ekspor akan melalui pemeriksaan ulang di Singapura. Sementara, pemeriksaan di Singapura akan memakan biaya yang lebih mahal.
Pemeriksaan di dalam negeri dengan x-Ray, kata dia, dilaksanakan oleh swasta. Tarif Rp 500 per kilogram telah melalui tahap perhitungan untuk biaya perawatan dan penjagaan kualitas alat sortir. (Baca juga: Eksportir Produk Pertanian Keluhkan Hambatan Ekspor)