REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Guna mengantisipasi aksi kejahatan yang sedang semakin tinggi di ibukota, membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak. Khususnya kejadian kriminalitas perkosaan menjadi perhatian Polresta Bekasi.
Salah satu langkah yang dilakukan pihak Kepolisian Polresta Bekasi yaitu dengan cara melakukan razia angkot berkaca gelap secara gencar dan menyeluruh di sejumlah wilayah Kabupaten Bekasi.
Kapolresta Bekasi Kombes Pol M Awal Chairuddin mengatakan, giat razia angkot yang memakai kaca gelap ini dilakukan oleh Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi.
"Ini bagian upaya preventif kami dalam mengurangi kerawanan-kerawanan yang dapat menimbulkan terjadinya aksi kriminalitas seperti pemerkosaan," kata Kapolresta Bekasi Kombes Pol via pesan singkat, Sabtu (5/12) malam.
Menurut Awal, giat razia angkutan umum yang memakai kaca gelap itu penting agar tindak kriminalitas di dalam angkot tidak terjadi.
"Untuk itu kami himbau agar angkot menggunakan kaca terang sehingga dapat memudahkan pemantauan baik oleh petugas maupun warga masyarakat lainnya," jelas Awal.
Awal menjelaskan, dasar hukum penindakan angkutan umum yang berkaca gelap mengacu pada Pasal 141 UU No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ (Lalu Lintas Angkutan Jalan). Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan, perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi, Keamanan, Keselamatan, Kenyamanan, Keterjangkauan, Kesetaraan, dan Keteraturan.
Bahkan, dalam Pasal 58 UU No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ disebutkan bahwa setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
"Pelanggaran atas penerapan pasal itu dapat dikenai sanksi Pasal 279 UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan dimaksud dalam pasal 58 dapat dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 rupiah," jelasnya.
Selain penertiban angkutan umum berkaca gelap, kata Awal, pihaknya juga membidik angkutan umum yang berjalan tanpa menutup pintu. Sebab, sangat membahayakan bagi penumpang.
Dalam hal ini, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan dan menghimbau pihak Organda agar memberikan pemahaman kepada para pengusaha angkutan agar pengemudi dapat mematuhi hal tersebut.
"Tidak ada lagi kenek yang bergelantungan di pintu angkutan pada saat mencari penumpang apalagi penumpang itu sendiri," tegasnya.
Hal ini sesuai dengan Pasal 124 ayat 1 huruf e, UU No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ yaitu, pengemudi kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib menutup pintu selama kendaraan berjalan.
"Pelanggaran atas penerapan pasal tersebut dapat dikenai sanksi, Pasal 300 huruf c dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000," katanya.
Selain itu, pihaknya juga menghimbau warga agar turut mendukung sosialisasi tersebut, sehingga ancaman kriminalitas dapat berkurang dan angka fatalitas korban kecelakaan pun dapat menurun.
"Tidak usah bayar dan pindah angkutan lain saja yang lebih aman apabila mendapati angkutan umum yang masih berkaca gelap apalagi ugal-ugalan," tegasnya.