REPUBLIKA.CO.ID, MADAGASKAR -- Nelayan tradisional Madagaskar harus bertahan dengan makin menipisnya populasi hiu serta persaingan dengan kapal-kapal modern. Di pantai, nelayan setempat acapkali melihat kapal besar berbendera asing terombang-ambing di sekitar Mozambik yang kaya tuna.
Dilansir dari Al Jazeera, Senin (30/11), dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) terbesar dan yang paling lemah kapasitas penegakan hukum perairannya di Samudera Hindia, Madagaskar adalah target utama praktik penangkapan ikan ilegal.
Kapal-kapal longline menjaring ikan dalam kuota lebih banyak dari yang telah disepakati. Mereka memang telah mendapat lisensi untuk menangkap hiu, tapi hasil tangkapan keluar tanpa diperiksa.
Warga mengatakan kapal-kapal itu sering terdengar suaranya di malam hari. Bila fajar merekah, lampunya akan terlihat dari pantai. Nelayan tradisional seperti Francois, yang menggunakan kano kayu tradisional alias pirogues, hanya bisa menyalahkan longline yang menyapu hiu dari perairan dangkal.
"Begitu banyak hiu datang ke sini, tapi mereka menangkapnya dan menggunakan begitu banyak umpan," kata lelaki tua itu.
Francois terkekeh dan membual dengan mata berbinar bahwa di usianya yang kepala enam, dia masih mampu menangkap ikan sebanyak yang dia lakukan saat berusia 20 tahun.
Kata Francois, dia masih mampu menangkap hiu yang lebih besar dari perahu, kemudian menariknya ke atas perahu sampai kano itu hampir tenggelam. Jika itu masih terlalu besar, ia akan perlahan-lahan mendereknya pulang ke desanya di Lamboara, tempat yang dulunya penuh dengan hiu.