Senin 07 Dec 2015 21:15 WIB

Bawaslu Jatim Ingatkan Ancaman Politik Uang

Rep: c03/ Red: Maman Sudiaman
Money Politic (ilustrasi)
Money Politic (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur terus mengupayakan antisipasi terjadinya kecurangan dalam pelaksaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 yang akan berlangsung 9 Desember mendatang. Ketua Bawaslu Jatim Sufyanto menilai puncak pelanggaran akan terjadi pada saat pemungutan suara berlangung. Hal ini lantaran tak adanya putaran ulang. 

"Kita sinyalir puncak pelanggaran terjadi di wilayah TPS dan kemungkinan besar di hari H. Ini kan tida ada putaran ulang jadi semua energi dikerahkan pada hari itu," kata Sufyanto usai menghadiri apel persiapan personel pengamanan pilkada di Mapolda Jawa Timur pada Senin (7/12) pagi. 

Karena itu Bawaslu pun tengah membuat terobosan untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran khususnya terkait politik uang. Bawaslu sudah membuat Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tangkap Tangan yang terdiri dari panitia pengawas, akademisi dan sejumlah element masyarakat. Diharapkan keberadaan satgas tersebut bisa menghindarkan Pilkada di Jawa Timur dari politik uang. 

"Kemarin (6/12) kita buat Satgas itu, karena kami nilai politik uang cukup besar risikonya mengganggu kualitas pilkada," tuturnya.

Eko mengatakan, pelanggaran pun berpotensi terjadi saat pembagian formulir C6. Sebab itu dirinya menghimbau agar penyelenggara pemilu mempunyai tanggung jawab penuh dan tidak menerima sovenir apapun dari pihak-pihak tertentu. Bawaslu pun akan menerapkan strategi zona marking di masing-maing wilayah dengan tujuan agar steril dari potensi pelanggaran politik uang. Selain itu dengan memetakan aktor-aktor yang mungkin melakukan politik uang di setiap TPS. 

"Pengawasannya jadi TPS, dan aktor-aktor itu kita kawal ketat di level jajaran."

Berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), Bawaslu Jatim menempati kualifikasi tingkat kerawanan sedang. Pada 1 Desember, Bawaslu Jatim mencatat telah terjadi 117 dugaan pelanggaran. Meski demikian, dari pelanggaran tersebut hanya berbentuk pelanggaran administatif sebanyak 36 kasus dan sudah di rekomendasikan untuk ditindaklanjuti KPU. Empat kasus lainnya merupakan pelanggaran kode etik yang telah di sidangkan DKPP, empat kasus pelanggaran terkait sengketa terdiri dari dua kasus di Mojokerto, Surabaya, dan Banyuwangi. 

"Belum ada yang sifatnya pidana, ada 64 kasus yang kita tangani prosesnya tapi kemudian kita pastikan tidak masuk kualifikasi pelanggaran, maka kita hentikan," kata dia.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement