REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay Indonesia (PWYP) mendesak Ketua DPR Setya Novanto mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR. Hal ini terkait dugaan pelanggaran etika yang dilakukannya selaku pimpinan DPR.
Novanto diduga melakukan percobaan pemufakatan jahat berdasarkan rekaman yang diperdengarkan secara terbuka kepada publik dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Koordinator nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah mengatakan kasus ini diindikasi merupakan salah satu bentuk memperdagangkan pengaruh pejabat publik dalam perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia.
Ini juga mengindikasikan bahwa permintaan saham dalam proyek PLTU di Papua mengarah pada memperkaya diri sendiri atau kelompok dan berpotensi merugikan Negara. “Oleh karenanya, sudah sepantasnya Setya Novanto mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR RI,” ujar Maryati di Jakarta, Selasa (7/12).
Menurut Maryati kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla telah menodai kehormatan Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, sudah sepantasnya kasus ini juga diteruskan melalui proses hukum.
"Standard etika pejabat publik juga harus diperketat. Terutama terkait integritas serta penghindaran terhadap klausa konflik kepentingan pejabat publik," kata dia.