Selasa 08 Dec 2015 15:07 WIB

DKI Jakarta Diminta Tutup Perlintasan Sebidang

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Evakuasi Bangkai Bus Metromini. Petugas melakukan evakuasi bangkai Bus Metromini pascatabrakan dengan KRL di Kawasan Stasiun Angke, Jakarta Barat, Ahad (6/12).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Evakuasi Bangkai Bus Metromini. Petugas melakukan evakuasi bangkai Bus Metromini pascatabrakan dengan KRL di Kawasan Stasiun Angke, Jakarta Barat, Ahad (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menutup perlintasan sebidang meski sudah diminta Kementerian Perhubungan sejak 2014. Kondisi tersebut dinilai memprihatinkan menyusul adanya tragedi kecelakaan maut Metromini jurusan Kota-Kalideres dan kereta 1528 jurusan Jatinegara-Angke yang menerobos palang pintu perlintasan pada Ahad (6/12) yang menewaskan belasan orang.

Staff khusus Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid mengatakan, dibutuhkan kepedulian khusus dari para pemerintah provinsi, kabupaten, dan kotamadya untuk mau membangun fly over atau underpass dan menutup perlintasan sebidang. Pembangunan flyover atau underpass di perlintasan sebidang, ia katakan, menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi jika jalan tersebut merupakan jalan provinsi.

Apabila jalan tersebut merupakan jalan kabupaten atau kotamadya, maka menjadi kewenangan Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten. Sedangkan jika jalan tersebut merupakan jalan nasional, maka kewenangan ada di tangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Jadi yang harus membangun flyover atau underpass itu bisa dari PU, Pemprov, Pemkab atau Pemkot," katanya kepada Republika.co.id, di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (8/12).

Soal tragedi yang terjadi antara Metro Mini, ia mengatakan, Kemenhub sebagai regulator sudah menyurati Pemprov DKI Jakarta pada 2014 untuk menutup sekitar 40 perlintasan sebidang. Sebenarnya, kata Hadi, sudah ada flyover di Jalan Tubagus Angke, tetapi perlintasan sebidang yang ada tidak juga ditutup.

Ia menilai dibutuhkan kepedulian dari pemerintah setempat terhadap keselamatan transportasi. Hal ini karena KRL dituntut untuk terus menambah frekuensi perjalanan mengingat besarnya permintaan penumpang. Namun, jika frekuensi ditambah dengan kondisi masih adanya perlintasan sebidang, maka hal itu akan memiliki dampak pada kemacetan di sekitar area perlintasan. Padahal, kebutuhan masyarakat terhadap KRL semakin meningkat dimana saat ini mencapai 825 ribu penumpang KRL per hari.

"Karena itu seharusnya Pemprov melihat fenomena ini, di satu sisi ada kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, di sisi lain menyangkut faktor keselamatan. Karena tidak ada alternatif lain, selain pemprov bangun flyover atau underpass di semua perlintasan sebidang," ungkapnya.

Untuk daerah yang sudah memiliki jalan layang seperti di Tubagus Angke dan juga Kalibata, ia berharap, perlintasan sebidang segera ditutup lantaran dinilai membahayakan.

"Jadi ada dua hal, yang pertama, yang belum ada flyover atau underpass, Pemprov DKI harus segera merencakanan pembangunan, kedua yang sudah ada (flyover atau underpass) ya ditutup," katanya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement